Monday, March 28, 2005

Koran Tempo Februari 2005 >> Liverpludians

Mengenal Lebih Jauh Kotanya Para Liverpludians

Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Arsitek, Penulis, Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta

Liverpludians! Sebutan kami bagi para penduduk Liverpool, yang tentu saja sangat fanatik dengan kesebelasan lokal mereka, Liverpool Football Club atau lebih akrab disebut LFC dengan kaos merahnya dan Everton yang identik dengan warna biru. Sementara itu, orang Inggris biasa menyebut penduduk Liverpool dengan sebutan Scousers karena langgam bicara mereka yang unik seakan-akan sedang melantunkan sebuah lagu saat berbicara.

Walaupun beberapa orang mengenal kota Liverpool karena olahraga sepakbolanya tersebut, dengan LFC dan Michael Owen-nya, serta juga tahu Liverpool karena lahirnya sekelompok musisi terkenal seperti the Beatles, maupun Spice Girls, namun kota tempat kami menggali ilmu dan menambah wawasan ini, juga terlahir sebagai kota maritim yang sangat indah. Berbagai kejutan disajikan oleh kota Liverpool bagi para pengunjungnya, terlebih bagi orang-orang yang merasa telah mengenal kota ini dengan baik. Kejutan tersebut selain menawarkan beberapa tempat yang menarik untuk disinggahi juga menyajikan berbagai atraksi lainnya.

*****

Kota Liverpool dilahirkan sebagai kota komersil yang relatif besar, serta dibangun sebagai tanda kesuksesan sebuah kota maritim, Liverpool dapat dikatakan sangat bangga dengan berbagai peninggalan sejarahnya. Keberadaan laut dan juga pengapalan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat kota Liverpool. Keduanya dapat direfleksikan pada kehidupan berbudaya masyarakat setempat dan tak lepas juga megahnya berbagai peninggalan bangunan arsitektur lokal. Tidak heran bila pemerintah lokal merasa memberikan kebijakan yang tepat bila sebagian dari pusat kota Liverpool yaitu daerah sepanjang Castle Street dipilih sebagai Area Konservasi pada tahun 1968. Kebijakan pemerintah lokal ini tentu saja dimaksudkan untuk melestarikan keberadaan bangunan-bangunan tua, agar dapat digunakan secara fungsional tanpa harus membongkar atau justru meruntuhkannya.

Setahun mengenal Kota Liverpool, tidak membuat saya bosan untuk selalu menjelajahi berbagai sudut kota. Sudut kota yang selalu saja memperlihatkan perkembangan pesat dalam pembangunannya. Kota Liverpool merupakan kota yang mempunyai pusat kota yang kompak dengan mengakomodasikan beberapa pusat perbelanjaan di dalamnya dari mulai Clayton Square, Williamson Square sampai dengan pasar tradisionalnya St. Johns Market, pasar tempat kami para pelajar Indonesia dapat menemukan hati dan ampela untuk dimasak, sementara di supermarket tidak dapat ditemukan kedua jeroan tersebut. Selain pusat perbelanjaan sandang dan pangan, di pusat kota juga dapat ditemukan beberapa toko buku dari toko buku yang menjual berbagai keperluan para pelajar seperti Blackwells, sampai pada toko buku News from Nowhere yang menjual berbagai bacaan khusus bagi para gay. Keseluruhan area perbelanjaan tersebut dapat dicapai hanya dengan berjalan kaki, dimana hampir keseluruhan area diselubungi dengan pavement block untuk pedestrian. Di dalam area pusat kota juga terdapat dua buah stasiun kereta api yaitu Lime Street Station untuk memberikan jalur perjalanan ke luar kota seperti ke London, Newcastle dll, serta Central Station yang lebih terbatas pada perjalanan di dalam kota Liverpool namun tidak menutup jasa perjalanan ke kota-kota terdekat Liverpool seperti Chester dan Manchester. Pusat perbelanjaan inilah, tempat dimana kami para pelajar dari berbagai negara, mencari berbagai kebutuhan baik kebutuhan sandang, dan pangan maupun untuk penunjang proses belajar kami. Walaupun beberapa sudut terlihat adanya toko-toko baru dan juga produk-produk baru yang diperjualbelikan, namun tetap saja, Liverpool masih merupakan kota yang dapat dikatakan sebagai kota yang relatif tidak mahal sebagai tempat untuk tinggal. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan, mengapa begitu banyak para imigran dan juga pelajar datang ke Kota Beatles ini.

Tidak jauh dari pusat kota, terdapat beberapa gedung tua yang dimanfaatkan kembali sebagai tempat komersil. Beberapa gedung tersebut diantaranya Bluecoat Triangle yang dikenal sebagai harta karun arsitektur pada abad ke-17, dimana sebelumnya gedung ini digunakan sebagai tempat untuk melampiaskan obsesi para seniman dalam mempertontonkan hasil karya mereka. Selain itu di dalam salah satu ruangannya, juga pernah digunakan sebagai kelas untuk proses pembelajaran bagi para mahasiswa dari The University of Liverpool. Saat ini Bluecoat Triangle digunakan sebagai tempat untuk santai karena di dalamnya terdapat beberapa kafe, toko suvenir dan juga bursa buku murah alias buku bekas. Gedung lain yang terdapat di School Lane Street adalah Quiggins, yaitu gedung bekas gudang yang kemudian digunakan sebagai pasar senggol. Di dalam Quiggins dapat ditemukan berbagai barang bekas dari mulai wajan, kompor, baju, kosmetik, kostum pesta sampai dengan wig ala the Beatles. Di seberang Quiggins, terdapat satu bangunan yaitu toko fashion dengan nama Dodo, harganya relatif murah, cocok dengan kantong para mahasiswa, walaupun begitu pakaian-pakaian tersebut bukanlah pakaian bekas. Selain pakaian, dapat juga ditemukan sepatu dan juga tas di dalam toko tersebut.

Hal lain yang juga membuat kami betah tinggal di Liverpool, adalah keramahtamahan mereka, walaupun kadang justru keramahtamahan mereka sering dipandang kampungan oleh beberapa orang teman. Masyarakat Liverpool baik yang muda maupun tua, tidak pernah merasa bahwa sebuah sapaan di pagi hari maupun senyuman bagi orang asing merupakan hal aneh maupun kampungan. Sering kali justru, saat kami sedang mengambil beberapa jepretan foto di sudut kota, anak-anak kecil sampai remaja ikut andil menjadi obyek bidikan kamera kami. Mungkin ini yang disebut sebagai kampungan oleh beberapa orang teman. Sementara kami, menganggap hal itu sebagai keramahtamahan dan sikap welcome terhadap para pendatang seperti kami.

*****

Perubahan yang terjadi dalam kota Liverpool dapat dikatakan sangat cepat, karena banyaknya berbagai program yang digulirkan baik oleh pemerintah lokal maupun pemerintah pusat. Perkembangan yang pesat ini merupakan bagian dari usaha pemerintah dalam program urban regeneration kota Liverpool. Walaupun begitu, kota Liverpool tetap menjaga akar budaya dan warisan sejarah mereka. Kota Liverpool mengkombinasikan antara yang lama dan yang baru dalam gaya arsitekturalnya. Dan hal ini memberikan sebuah karakter tersendiri pada kota Liverpool, terlebih pada beberapa tempat wajib kunjung bagi para turis.

Salah satu tempat yang dapat digunakan sebagai tujuan wisata adalah Albert Dock yang mulai direnovasi sejak tahun 1980-an, dan masih saja dilaksanakan pengembangannya pada daerah waterfront yaitu sebagai usaha pemerintah dalam menyediakan fasilitas untuk shopping dan leisure. Di dalam area Albert Dock ini, juga diakomodasikan beberapa museum, seperti misalnya Museum Merseyside Maritime dimana di dalamnya terdapat sajian adventurous tentang tenggelamnya Kapal Titanic, serta Tate Galery yang menyajikan berbagai koleksi seni dari modern sampai kontemporer. Selain itu ada dua museum lain yang juga menjadi kunjungan utama bagi turis, yaitu Museum The Beatles dan Museum Liverpool Life. Di dalam Museum The Beatles tentu saja terdapat berbagai koleksi benda-benda yang terkait dengan musisi The Beatles, untuk memuaskan rasa haus akan fanatisme dan obsesi para penggemar The Beatles. Sementara itu di dalam Museum Liverpol Life, disajikan berbagai sejarah mengenai Kota Liverpool. Saat musim panas, Albert Dock menjadi focal point bagi Mersey River Festival. Dan tidak dapat dibayangkan betapa semrawutnya pusat kota Liverpool saat festival tersebut berlangsung, karena tidak hanya masyarakat lokal saja yang ingin menikmatinya, banyak pelancong yang datang baik dari luar negeri maupun dari luar kota.

Di Albert Dock juga terdapat plaza yang cukup luas, dengan beberapa bangku berderet di sepanjang tepi sungai Mersey. Dengan duduk-duduk di bangku ini, dapat dinikmati pemandangan indah di seberang Liverpool, yaitu kota Hamilton Quarter Birkenhead yang masuk dalam wilayah Wirral. Hanya dengan menggunakan ferry, maka kota Hamilton Quarter Birkenhead dapat dikunjungi. Kota ini merupakan kota yang baru saja diperbaiki sehingga nampak sekali pembangunannya. Dari Albert Dock, juga dapat menikmati kerumunan burung-burung laut yang berterbangan di sekitar plaza sambil makan es krim. Burung-burung tersebut dikenal dengan nama Liver Bird, itulah sebabnya mengapa kota ini disebut sebagai Liverpool – tempat berkumpulnya para burung Liver.

*****

Sejak The Beatles pertama kali muncul sampai dengan kepopulerannya pada tahun 1960-an, Liverpool sudah menjadikan kotanya sebagai pemimpin dalam musik popular. Musik menjadi sesuatu yang energik sampai kapanpun, sampai munculnya berbagai klub, pub, dan bar-bar yang menawarkan berbagai gaya musik yang tentunya dapat dibayangkan variasinya. Banyak sekali kelompok-kelompok musik lokal yang melanjutkan tradisi musik tersebut, sampai pada akhirnya kepopuleran kota Liverpool menarik pada band pendatang untuk bermain musik di beberapa kafe di dalam kota. Dan tentunya kafe-kafe tersebut kebanyakan menyajikan musik-musik yang sedang trend di dunianya. Beberapa kafe di Matthew Street lebih khusus karena mereka menyajikan musik-musik the Beatles. Sementara itu bagi para pecinta musik klasik, Philharmonic Hall menyajikan Royal Liverpool Philharmonic Orchestra.

Berbicara mengenai seni, tentunya tidak terlepas dari dunia panggung dan teater. Bagi para pecinta seni teater, ada beberapa pertunjukan seni teater atau opera yang dipertontonkan pada The Everyman Theatre dan juga The Playhouse. Kedua teater tersebut biasanya menyajikan pertunjukkan hasil karya mereka sendiri dan karya-karya drama yang bergaya kontemporer. Lain halnya dengan The Empire, yang kebanyakan menampilkan pertunjukkan-pertunjukkan opera dan balet yang terkenal dari Broadway, seperti lakon The Phantom of The Opera karya Andrew Lloyd Webber, Jesus Christ Superstar, Le Miserable, Miss Saigon dan masih banyak lagi. Tidak sedikit para pengunjung dari kota-kota sekitar Liverpool seperti Chester, Mold, St. Helens dan Southport yang datang untuk menyaksikan gelar pertunjukkan teater di The Empire.

Bagi para turis yang sudah terlalu lelah berjalan, dan ingin menyantap makanan, jangan khawatir karena berbagai jenis restoran dapat ditemukan di Kota Liverpool. Restoran dengan makanan cepat saji sampai dengan makanan khas Negara lain dapat dicoba. Mungkin bila dilihat bahwa Kota Liverpool adalah kota maritim, pasti dibayangkan banyak sekali seafood disajikan di kota ini, namun masyarakat yang tinggal di dalamnya sudah menjadi penduduk dengan kehidupan kosmopolitan, sehingga tentunya banyak sekali restoran modern terdapat di pusat kota Liverpool. Di dalam pusat kota Liverpool inilah, para turis dapat mencicipi berbagai masakan dari mulai Mexican, Japanese, Spanish, Italian, Indian, Greek, French, local bahkan Chinese food. Makanan yang paling digemari oleh masyarakat lokal adalah masakan India dan tentu saja makanan lokal. Jangan heran bila di sepanjang pusat kota yaitu di sepanjang Bold Street, terdapat beberapa restoran cepat saji yang kebanyakan menyajikan makanan India dan makanan lokal. Biasanya makanan India tersebut yang menjadi kegemaran oleh masyarakat lokal adalah Kebab-nya. Sementara makanan lokal yang terkenal adalah Fish and Chips, dimana restoran biasanya menjualnya untuk dibawa pulang, sehingga mereka tidak menyediakan tempat untuk makan ditempat.

Pada salah satu sudut kota Liverpool, terdapat daerah Chinatown, dimana telah dikatakan bahwa Chinatown merupakan daerah tertua di Eropa. Di dalam area Chinatown ini, terdapat deretan restoran-restoran yang menyajikan makanan khas cina yang digemari oleh para masyarakat lokal. Dan biasanya masyarakat lokal yang berkunjung ke restoran Chinese food ini adalah masyarakat dengan golongan menengah atas, karena harga yang ditawarkan oleh restoran ini relatif cukup mahal dibandingkan dengan makanan dari restoran lainnya. Selain restoran di dalam daerah Chinatown juga terdapat supermarket yang cukup besar menjual berbagai kebutuhan rumah tangga yang biasanya digunakan oleh orang Asia biasanya. Di dalam supermarket ini, kami para pelajar Indonesia, dapat menemukan beberapa rempah-rempah (laos, serei, daun salam, kunyit dll) dan juga mie instan yang tidak dapat ditemukan di supermarket lokal seperti Tesco. Di lain pihak, di dekat area universitas, terdapat beberapa toko yang menjual berbagai makanan yang biasanya dikonsumsi oleh para Muslim, karena adanya peraturan makanan halal. Di toko makanan ini, daging-daging dijual dengan label halal karena disembelih dengan cara halal.

Satu lagi tips bagi para pelancong, agar tidak lupa mencicipi coklat dan es krim khas dari Inggris yaitu The Thorntons, tidak dapat dibayangkan rasanya yang lezat! Rasa lelah sehabis mengelilingi kota Liverpool tidak akan terasa setelah menikmati es krim dan coklat dari Thorntons.