Sunday, October 29, 2006

non published 03- 2006 >> Ruang Publik

Ruang Terbuka: Elemen Arsitektur Kota sebagai Wadah Berinteraksi

Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Arsitek & Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta

Kebutuhan akan ruang terbuka merupakan satu hal signifikan yang harus diutamakan keberadaannya dalam sebuah perencanaan kota apalagi dalam penataannya. Idealnya, ruang terbuka yang harus dimiliki oleh sebuah wilayah perkotaan adalah sebesar sepertiga dari total luas wilayahnya. Sementara itu tujuh persen dari luas ruang terbuka tersebut harus diperuntukkan sebagai taman kota atau taman lokal. Fasiltas terbuka tersebut memang merupakan ruang publik terbuka yang disediakan bagi segala kegiatan interaksi masyarakat tanpa melihat adanya perbedaan hirarki baik tingkat sosial, pendidikan maupun tingkat ekonomi diantara mereka.

Paul Zucker ahli perkotaan, memberikan gambaran yang cukup gamblang tentang sejarah dan estetika ruang kosong yang terbentuk secara artistik, yang menemukan bentuknya dalam ruang terbuka kota atau dikenal dengan town square. Menurutnya ruang terbuka yang asli baru dikembangkan di kota-kota Yunani setelah abad 500 Sebelum Masehi. Selang berabad-abad lamanya perkembangan ruang terbuka mengalami pasang surut. Pada abad ke-15 Masehi seiring dengan lahirnya jaman Renaissance, arsitek dan seniman kenamaan dunia seperti Michaelangelo, Mansart, Christopher Wren dan banyak lagi arsitek kenamaan dunia menjadi pendorong berkembangnya konsep-konsep ruang terbuka pada perkotaan. Konsep ruang terbuka tersebut diterapkan pada perencanaan dan perancangan kota-kota di Barat, dan mencapai puncaknya pada jaman Baroque sekitar abad ke-17 dan ke-18 Masehi. Konsep ruang terbuka terus berkembang dan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman hingga saat ini.

Saat ini jika berbicara tentang open space atau yang disebut masyarakat ruang publik, yang terlintas di pikiran adalah taman kota yang dipenuhi oleh pohon-pohon pelindung. Ruang yang berkesan nyaman yang juga digunakan untuk duduk-duduk atau jalan-jalan santai. Tetapi ada juga yang memiliki pemahaman akan ruang publik sebagai ruang kosong tanpa apa pun, sementara terbuka diartikan sebagai tempat masyarakat sekitarnya bebas beraktifitas di dalamnya.

Hamid Shirvani menyatakan bahwa ruang terbuka merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan arsitektur kota. Kota memerlukan ruang-ruang publik tempat warga kota berinteraksi, mencari hiburan atau melakukan kegiatan yang bersifat rekreatif.

Tempat-tempat yang bisa dikategorikan sebagai ruang publik kota adalah taman kota atau taman lokal, plaza (termasuk lapangan atau alun-alun) serta pedestrian yang memungkinkan terjadinya arus pejalan kaki dalam jumlah besar. Belakangan seiring dengan perkembangan kota, muncul ruang publik kota yang terbentuk dari kehadiran bangunan-bangunan yaitu ruang diantara bangunan (space between buildings).

Ruang publik merupakan keharusan dalam sebuah kota. Kota-kota klasik menggunakan ruang terbuka kota sebagai tempat masyarakat bertemu, berkumpul dan berinteraksi baik untuk kepentingan keagamaan, perdagangan maupun membangun pemerintahan. Pada kota-kota tua yang berstandar pada agama, ruang publik untuk ritual dibedakan dengan ruang kota secara umum. Sementara kota-kota yang berkembang kemudian, disamping fungsi tradisionalnya sebagai tempat pertemuan, ruang publik juga digunakan sebagai identitas dan tanda pengenal dari sebuah kota. Tidak heran bila banyak kota yang memanfaatkan ruang terbuka publik sebagai simbol sekaligus sebagai pusat interaksi sosialnya. Ruang terbuka publik berfungsi sebagai tempat pertemuan antara individu dengan masyarakat sekitarnya, antara pemerintah dengan warga, antara penduduk lokal dengan pendatang. Semua peristiwa interaksi tersebut menjadi jiwa sebuah kota yang mampu mengakrabkan antar komunitas.

Perkembangan kota-kota modern makin memperluas fungsi dan peranan ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik ditafsirkan sebagai tempat yang memungkinkan setiap warga tanpa diskriminasi dapat berinteraksi dan bertemu dengan kesederajatan dan yang lebih penting memiliki akses untuk menggunakannya.

Ruang terbuka publik adalah ruang yang tidak terbangun di dalam kota yang berfungsi meningkatkan kualitas estetika, lingkungan serta kesejahteraan warganya. Kemudahan akses masuk adalah menjadi salah satu ciri dari ruang terbuka publik karena ruang ini merupakan fasilitas milik umum sehingga siapa saja boleh memasukinya. Secara singkat adalah kesetaraan tanpa diskriminasi.

Pada dasarnya ruang terbuka publik berfungsi sebagai fungsi kultural, sosial dan ekonomi bagi komunitas di dalamnya yaitu sebagai tempat interaksi dan rekreasi; sebagai simbol dan identitas sebuah kota; sebagai lingkungan yang berfungsi untuk melindungi ekologis kawasan; sebagai kawasan cadangan bagi pengembangan masa mendatang dan sebagai tempat yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berjual pedagang kaki lima atau pasar kaget sehingga lebih terlokalisir.


Saturday, October 28, 2006

non published 02- 2006 >> Madrid

Menelusuri Sejarah Arsitektur Madrid

Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Arsitek &
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta

Pernah terpikirkan sebelumnya bahwa sebuah kota pastinya mempunyai mitos sejarah asli. Begitu juga dengan kota Madrid yang tepatnya pada Mei 1561 diakui oleh Philip II sebagai ibukota negara Spanyol. Sejak lampau dipercaya bahwa Madrid ditemukan oleh Ocnus, Raja Roman yang juga merupakan salah satu anak dewa. Dahulunya Madrid dinamakan Mantua (dalam bahasa Yunani), namun beberapa leluhur mempercayai bahwa Madrid sejak dulu disebut Ursa (artinya beruang dalam bahasa Latin). Hal ini dikarenakan banyaknya beruang yang berkeliaran di sekeliling pegunungan dengan pepohonan Madrona. Pada akhirnya kedua hal tersebut menjadi simbol kota sejak jaman pertengahan.

Sejarah Kota

Bagaimanapun, penelusuran sejarah munculnya Madrid akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa nama kota ini lahir dari seorang kaum Moorish yang menemukan daerah Madrid untuk pertama kalinya. Saat pertama ia menjajagi daerah ini, kota ini disebut macher-it (sumber air yang tidak pernah habis), hal ini dihubungkan dengan adanya mata air yang mengairi irigasi pertanian di daerah tersebut. Namun setelah masuknya agama Kristian, nama tersebut teradaptasi menjadi Magerit yang kemudian bertransformasi menjadi Madrit dan Madrid.

Sejak tahun 1085, Madrid telah berubah menjadi area dan kota yang dipengaruhi Kristian. Seluruh aktifitas komersialpun meningkat dengan pesat, yang akhirnya pada abad 14 Madrid telah membuktikan perkembangannya. Hal ini dapat dilihat dengan terbentuknya beberapa pasar permanen sebagai pusat aktifitas komersial.

Beranjak dari perkembangan aktifitas perekonomian kota itulah, Madrid mulai berkembang sangat pesat. Dari mulai menggandanya jumlah penduduk dengan sangat signifikan, munculnya kantong-kantong perumahan dan permukiman baru bagi masyarakat sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk. Sampai pada akhirnya terbentuk dengan sendirinya sebuah pusat kota Madrid.

Kota Borjuis

Abad 19 dimulai dengan adanya invasi bangsa Perancis ke beberapa negara di Eropa termasuk Madrid. Hal ini menyebabkan sepertiga dari kegiatan perkembangan kota Madrid terpaksa terhenti. Para kaum borjuis mulai ikut andil dalam perkembangan kota Madrid. Mereka mulai mengambil alih beberapa properti dan mengembangkannya sesuai keinginan mereka.

Namun di lain pihak, kejadian tersebut justru menguntungkan kota Madrid dalam hal perkembangan kota. Banyak jalur dan jalan-jalan baru mulai dibangun, sebagai fasilitas umum. Selain itu alun-alun di beberapa titik kota juga dibangun sesuai perencanaan kota diimbangi dengan penyediaan perumahan, bangunan-bangunan fasilitas umum untuk mencapai kebutuhan penduduk yang terus berkembang. Bangunan fasilitas umum tersebut diantaranya adalah bangunan the Congress, the Senate House, the Stock Exchange, the National Library, the Bank of Spain, yang kesemuanya terdapat di pusat kota Madrid dan dimaksudkan untuk mendukung aktifitas kota sehari-hari.

Dalam abad yang sama tepatnya tahun 1860, the Castro Plan yang merupakan dinding tua di Madrid yang dibangun Philip IV, dihancurkan. Hal inilah yang membawa Madrid sehingga dikenal dengan 3 daerah lingkupan, yaitu kota tuanya, perkembangan baru, dan daerah pinggirannya.

Dari keseluruhan perkembangan kota Madrid dalam abad 19, dapat ditelusuri bahwa pembentukan kota secara menyeluruh dan pembangunan istana-istana di lingkungan pusat kota dilaksanakan oleh kaum borjuis yang datang ke Madrid. Bentuk-bentuk arsitektural yang disajikan merupakan bentuk ekletik yang mengutamakan citra dan rasa individual para pendatang tersebut. Sebagai contoh di dalam distrik baru yaitu Salamanca dan Arguelles dimana pengembangannya dilaksanakan oleh Salamanda dan Pozas, serta distrik-distrik di daerah Las Salesas, Los Jeronimos dan Recoletas, dimana para kaum borjuis di Madrid menemukan untuk pertama kalinya daerah permukiman bagi mereka. Mulai dari daerah inilah berkembang masyarakat menengah ke atas dimana mereka tergolong kelas pekerja yang lingkungannya hanya mencakup daerah tempat tinggal mereka dan pusat kota Madrid. Sementara itu agak menepi, terdapat daerah permukiman masyarakat menengah bawah yang juga tergolong masyarakat miskin. Di daerah ini hunian merupakan tipikal corralas, yaitu hunian yang mengelilingi sebuah patio atau halaman kecil.


Perkembangan setelah invasi

Awal abad 20, Madrid sudah berkembang sangat pesat dengan penduduk mencapat 950.000 orang pada tahun 1930. Sejak saat itu, pemerintah kota mengumumkan sebuah sayembara internasional untuk mencari proyek yang dapat mengontrol pertumbuhan ini. Sayembara ini dimaksudkan agar ada keluaran mengenai perencanaan kota Madrid yang sesuai dengan perkembangannya menuju ke arah Utara kota.

Saat tahun 1960, ketika penduduk Madrid sudak mencapat 2 juta orang, dengan perencanaan stabilisasi, Madrid memasuki periode perkembangan yang dimaksudkan untuk membuat kota tidak dapat dijamah oleh kendaraan. Jalur bulevard dihilangkan, flyovers dan parkir kendaraan bawah tanah mulai dibangun dibeberapa titik pusat kota.

Sampai akhirnya, pada dekade berikutnya, karakter kota berubah dengan menjadikan Madrid lebih layak huni bagi penduduknya. Daerah-daerah distrik mulai dikenalkan, rencana khusus yang bertujuan untuk melindungi warisan arsitektur kota digulirkan, sirkulasi kendaraan di pusat kota dibatasi dan transportasi umum ditingkatkan.

Aplikasi dari perkembangan kota Madrid ini nyatanya berhasil dan menjadikannya kota paling indah dan nyaman untuk dikunjungi di negara Eropa. Dimana telusuran arsitektur bersejarah kota dengan jalan-jalan baru dan modern avenue tersajikan secara harmonis. Saat tiba pertama kali di pusat kota Madrid, kesan pertama yang akan diterima pengunjung adalah bahwa kota ini penuh kesibukan dan aktifitas. Namun tidak dapat ditinggalkan disini bahwa pengalaman yang sangat menakjubkan dari kota Madrid adalah dengan memiliki kesempatan menelusuri sepanjang jalan pusat kota Madrid, dengan monumen-monumennya, istana-istananya dan juga kehidupan malamnya yang juga menarik untuk dijamah.

Wednesday, October 25, 2006

non published 01- 2006 >> fotografi arsitektur

Fotografi Arsitektur sebagai Sarana Komunikasi

Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Arsitek & Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta

Setiap manusia membutuhkan komunikasi untuk menyampaikan pesan maupun berita dalam bahasa sehari-hari. Perkembangan komunikasi sangat nyata terlihat sesuai dengan perkembangan teknologi. Pada jaman dahulu, manusia hanya perlu menggunakan bahasa insyarat sebagai penyampaian pesan. Kemudian dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, ditemukanlah abjad yang kemudian tersusun menjadi kata-kata dan kalimat. Seiring dengan waktu, maka komunikasi antara pemberi pesan dan penerimanya juga difasilitasi dengan berbagai alat sebagai sarana dan media dalam penyampaian pesan.

Komunikasi dengan menggunakan alat sebagai sarana penyampaian pesan tersebut dikenal juga sebagai komunikasi media. Selama berlangsungnya proses komunikasi media tersebut terdapat beberapa teknik dan metode yang digunakan oleh seorang komunikator atau penyampai pesan sesuai dengan tujuan diadakannya komunikasi tersebut.

Di dalam bidang arsitektur, berbagai metode dan teknik digunakan dalam usaha untuk menyampaikan pesan seorang arsitek kepada kliennya sehingga kedua belah pihak menemukan titik temunya.

Pesan yang disampaikan oleh arsitek tersebut adalah berupa ide-ide dan gagasan karya arsitektural yang telah dihasilkan oleh si arsitek. Sehingga segala keinginan dan kebutuhan sang klien dapat terpenuhi dan gagasan serta ide arsitek juga dapat diterima setelah keduanya mencapai kata sepakat dalam bernegosiasi.

Di dalam komunikasi arsitektur, dikenal berbagai media yang dapat digunakan sebagai alat penyampaian ide-ide dan gagasan si arsitek. Beberapa media tersebut diantaranya adalah gambar hasil penuangan ide-ide dan gagasan tersebut baik berupa sketsa kasar maupun gambar kerja, gambar-gambar visualisasi dari disain dalam bentuk tiga dimensi baik sketsa perspektif maupun dengan menggunakan teknologi komputer, dan visualisasi dalam bentuk fotografi.

Biasanya fotografi arsitektur digunakan untuk menampilkan sebuah image dan karya besar arsitektural dari perancang sebagai bahan studi banding maupun referensi. Di dalam proses komunikasi arsitektur itu sendiri dikaitkan dengan apa yang disebut sebagai imaginasi dimana didalamnya melibatkan mata, benak atau pikiran dan juga tangan. Ketiganya akan bergabung dalam menciptakan suatu jaringan proses dan menghasilkan gagasan-gagasan yang belum ada dalam pikiran kita. Di dalam penuangan gagasan-gagasan inilah, fotografi arsitektur berperan banyak dalam proses komunikasi baik komunikasi di dalam diri si arsitek sendiri maupun komunikasi antara arsitek dengan si klien.

Pengertian dari istilah fotografi arsitektur itu sendiri ternyata cukup kompleks. Kriteria yang baku agaknya terlalu sulit diterapkan. Hasil fotografi dapat berarti arsitektur tetapi dalam konteks dan situasi yang berbeda dapat berarti lain. Pendekatan yang paling mengena adalah jika fotografer membuat dokumentasi dari suatu obyek interior atau eksterior dari hasil karya seorang arsitek, maka hasil fotonya akan merupakan fotografi arsitektur.

Estetika dari hasil fotografi tersebut tidaklah terlalu penting, tetapi kejelasan dari hasil rancangan yang tercatat itu lebih penting. Keahlian fotografer dalam mengabadikan hasil karya arsitektur terlihat dari hasil yang bukan sekedar suatu dokumentasi. Bila memungkinkan justru detail-detail dari ide-ide dan gagasan si arsitek tentunya harus dapat terbaca melalui hasil bidikan fotografer.

Fotografi arsitektur merupakan hasil karya dokumentasi yang dapat menampilkan tidak hanya kepentingan dokumentasi namun juga estetika dalam hal arsitektural, seni, ekspresi, komunikasi, etika, imaginasi, abstraksi, realita, emosi, harmoni, drama, waktu dan kejujuran serta dimensi yang tersirat.

Sama seperti halnya fotografi biasa, fotografi arsitektur juga mengenal pencahayaan dan komposisi. Fotografi itu pada dasarnya melukis dengan cahaya, baik cahaya alami maupun cahaya buatan. Terkadang kita perlu menambahkan filter lensa agar hasilnya lebih dramatis atau juga menggunakan perspective correction supaya bangunan tetap terlihat tegak lurus. Dengan adanya media fotografi arsitektur inilah maka, ide-ide dan gagasan sebuah karya arsitektural dapat dikomunikasikan. Secara dramatikal, sebuah fotografi arsitektur dapat berbicara banyak dalam mengkomunikasikan gagasan arsitek yang tertuang di dalamnya.