Friday, December 29, 2000

a+ desember 2000 >> +yogyakarta

Ngayogyakarta Hadiningrat

Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Dipublikasikan dalam majalah a+ kolom dadah - Desember 2000, volume 01 edisi 07


Pulang kekotamu, ada setangkup haru dalam rindu....
Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna...........
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu nikmati bersama suasana yogya.....
Di persimpangan, langkahku terhenti ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera, orang duduk bersila musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu.....


Sepertinya alunan suara Katon Bagaskara selalu terngiang-ngiang di telinga setiap kali saya melangkahkan kaki keluar dari Stasiun Tugu Yogyakarta, menuju atmosfer Malioboro yang rasanya sudah tercium dari pelataran stasiun. Setiap kali itupun perasaan rindu akan kampung halaman juga mengusik hati. Dan nampaknya perjalanan saya ke Yogyakarta kali ini akan lebih menarik, karena selain untuk kepentingan perjalanan bisnis, tugas dari a+ untuk meliput perjalanan di Yogyakarta akan mengobati rasa jenuh dalam tugas penelitian yang harus saya lakukan selama seminggu penuh.

Ngayogyakarata Hadiningrat, itulah nama resmi kota Yogyakarta, tujuan wisata kedua setelah Bali. Kota Yogya yang dapat disebut sebagai kota tua, tidak nampak layaknya seperti kota tua dengan kehidupan masyarakatnya yang monoton. Justru seharusnya kota Yogyakarta lah yang dijuluki ’kota yang tak pernah tidur’, dan bukan tetangganya Solo. Hiruk pikuk lazimnya kota besar terlihat jelas di sepanjang jalan dan sudut kota Yogya. Bukannya hiruk pikuk akan banyaknya kendaraan bermotor dan kemacetan dimana-mana, tetapi banyaknya becak, andong dan juga sepeda dapat ditemukan di seluruh penjuru kota. Kota Yogya yang disebut sebagai kota pelajar selalu ramai dan padat dengan sepeda pada saat-saat tertentu seperti saat jam sekolah akan dimulai atau saat bubarnya sekolah pada siang ataupun sore hari.

Hanya dengan menumpangi sebuah becak dari tempat tinggal saya di daerah Wirobrajan, saya mulai perjalanan menuju daerah Ngasem, dimana terdapat pasar tradisional Ngasem. Pasar Ngasem menjual berbagai macam hewan yang lazim dipelihara maupun yang tidak, seperti trenggiling, jangkrik, burung, ular, landak, kucing, monyet dan lainnya. Seperti kebun binatang nampaknya. Keunikan dari pasar Ngasem inilah yang menyebabkan pasar tradisional ini dimasukkan dalam katalog travelling untuk para turis.

Dari pasar Ngasem, perjalanan saya lanjutkan menuju Taman Sari atau water castle. Di Taman Sari inilah, semua selir-selir dari Sultan dulu selalu bercengkerama dan bersenda gurau. Di Taman Sari juga terdapat satu kolam yang berfungsi sebagai tempat pemandian bagi para selir tersebut. Dan uniknya, pada satu sudut tempat pemandian tersebut terdapat satu bangunan yang cukup tinggi, yaitu tempat sang Sultan melihat para selirnya yang sedang berenang-renang di kolam pemandian tersebut. Di tempat inilah sang Sultan memilih satu selirnya untuk mendapat kehormatan ’bercengkerama’ dengan sang Sultan. Dari kolam pemandian, saya telusuri beberapa sudut bangunan termasuk suatu terowongan yang, kata orang Yogya, adalah jalan menuju ke Pantai Selatan. Menurut legendanya seluruh sultan Ngayogyakarta merupakan suami dari Ratu Pantai Selatan, mungkin untuk itulah terowongan tersebut dibuat. Legenda inilah yang kemudian diabadikan dalam seni patung Loro Blonyo. Boneka patung berbentuk sepasang pengantin Jawa ini hampir selalu menghiasi tata ruang dalam rumah masyarakat Yogya.

Setelah lelah menelusuri berbagai sudut bangunan di Taman Sari, becak yang saya tumpangi kembali berjalan menuju ke Keraton Ngayogyakarta. Dalam perjalanan ini saya juga melewati daeran jalan Kadipaten Kidul, di sepanjang jalan tersebut terdapat berbagai macam pertokoan yang menjual kerajinan Batik Yogya dari kain batik, sarung sampai dengan daster. Tapi bila Anda ingin melihat kerajinan batik tersebut dibuat, Anda dapat pergi ke daerah lingkungan Taman Sari, di sini Anda bisa melihat para pengrajin batik bekerja dan juga menjual hasil kerajinannya. Saya tidak tahu pasti apakah harga yang diberikan di pusat pembuatan batik di Taman Sari relatif lebih murah dari pada bila Anda membelinya di toko. Di sepanjang jalan Kadipaten Kidul ini, Anda juga dapat menemukan beberapa toko yang menjual kaos terkenal buatan para mahasiswa Yogya yaitu Dagadu. Tetapi bila Anda ingin lebih yakin akan keaslian produk Dagadu ini, Anda dapat membelinya di lantai basement Malioboro Mall, karena sepertinya produk Dagadu ini sudah diproduksi secara massal sehingga tidak jelas keasliannya.

Saya pun melangkah masuk ke dalam Keraton, becak yang saya tumpangi mengantar saya persis di depan pagar halaman belakang Keraton. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia, salah satu jantung kebudayaan khususnya bagi Kebudayaan Jawa. Keraton sendiri secara morfologis berasar dari kata Ratu, yang merupakan tempat bersemayamnya ratu-ratu. Di Keraton inilah sang sultan dan keluarganya melewati kehidupan sehari-harinya.

Sejarah Keraton tidak bisa dipisahkan dari mitos yang melingkupinya. Selain itu terdapat orang-orang yang menggerakkan roda kebudayaan keraton, mulai dari sultan hingga abdi dalem. Keraton memiliki banyak koleksi benda-benda pusaka antara lain kereta kencana, senjata-senjata pusaka, bendera-bendera, serta alat-alat musik. Salah satu karya budaya yang dilahirkan di lingkungan keraton adalah kesenian berupa tari-tarian beserta gending-gendingnya. Seluruh peninggalan benda-benda pusaka tersebut dapat dilihat di beberapa museum yang terdapat di dalam keraton ataupun di daerah lingkungan sekitar keraton, seperti museum HB-IX dan Museum Kereta.

Upacara-upacara adat yang terjadi di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga kini masih dipelihara. Dari mulai upacara kelahiran putra-putri anggota keluarga keraton sampai upacara kematian seperti upacara kematian Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Selain upacara adat Jawa, dari segi arsitekturnya dapat dilihat bahwa arsitektur bangunan keraton telah banyak berubah sejak pertama kali didirikan oleh Pangeran Mangkubumi. Beberapa kali renovasi telah dilakukan sebagai maintenance bangunan keraton. Di dekat keraton terdapat Masjid Agung yang masih berada di lingkungan alun-alun. Masjid Agung ini konon dibuat dengan menggunakan kayu yang dilapisi dengan lapisan emas murni, benar atau tidaknya, saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti.

Sempat terjadi suatu hal yang lucu di halaman belakang keraton, ketika saya sedang disibukkan untuk mengabadikan beberapa gambar, tiba-tiba ada seorang nenek yang minta difoto, sesaat timbul perasaan ngeri, tapi akhirnya saya foto juga nenek tersebut. Lucunya setelah difoto, beliau minta imbalan karena saya telah memotretnya, untuk menghindari keributan, akhirnya saya berikan dua keping uang logam ribuan. Dan saat beliau menerima uang tersebut, nenek tersebut berkata: “semoga bidadari-bidadari di surga selalu bersamamu nak“. Wah! Ngeri juga saya, akhirnya saya pergi dan meneruskan perjalanan saya menuju daerah sekitar keraton.

Dari keraton, becak meluncur menuju ke arah jalan Malioboro, daerah pertokoan yang saya yakin tidak pernah absen dari kunjungan para turis. Rasanya becak, andong dan sepeda motor selalu menghiasi suasana jalan Malioboro. Di sepanjang jalan Malioboro Anda dapat temukan semua kerajinan khas dan unik kota Yogya dengan harga yang relatif sangat murah, bila Anda pandai untuk menawarnya. Ada satu toko yang rasanya akan disukai oleh Anda semua yang tidak pandai tawar menawar: Mirota Batik. Karena sepertinya semua isi Malioboro ada di dalamnya. Seluruh kerajinan dari mulai batik Yogya, kerajinan kulit, kayu, bebatuan sampai dengan jamu-jamuan dapat ditemukan di Mirota Batik. Anda tidak perlu menawar lagi, karena semua harga yang diberikan adalah fixed price dan reasonable price. Pada akhir minggu, yaitu Sabtu dan Minggu, toko ini sangat padat dengan pengunjung baik turis lokal maupun asing. Tapi rasanya ada sesuatu yang kurang bila Anda telah sampai di Yogyakarta dan tidak menikmati jalan Malioboro. Karena memang di sepanjang jalan tersebut keunikan kota Yogya diekspresikan. Mulai jalm sembilan malam di sepanjang jalan Malioboro ini juga disajikan sajian khas orang Yogya yaitu lesehan, makan malam sambil duduk bersila di hamparan tikar. Makanan khas yang dapat anda pesan adalah burung dara goreng dan lalapannya.

Di balik semrawutnya jalan Malioboro, ada satu jalan yang baru kali ini saya lewati, yaitu jalan Sosrowijayan. Di sepanjang jalan ini Anda dapat temukan banyak cafe dan resto yang menyediakan segala macam makanan dari mulai masakan khas Indonesia sampai dengan masakan Cina dan Eropa. Daerah Sosrowijayan yang sebelumnya merupakan daerah permukiman ini, sudah berubah sedikit demi sedikit sebagai daerah komersil. Dilengkapi dengan beberapa penginapan dan homestay, daerah ini cukup dikenal oleh turis-turis asing. Lucu juga, karena sejujurnya sebagai orang Yogya, saya justru mengenal jalan Sosrowijayan dari Mikael Johani yang saya yakin bukan orang Yogya. Dan menurut penuturan dari salah satu pemilik cafe di daerah tersebut, Sosrowijayan memang lebih dikenal oleh para turis asing daripada turis lokal. Apalagi orang Yogya asli, kebanyakan belum tahu keberadaan resto dan cafe di Sosrowijayan. Tidak hanya cafe, resto dan penginapan juga dapat Anda temukan di sana. Banyak warung internet dan travel agency juga terdapat di daerah tersebut. Daerah Sosrowijayan ini selanjutnya akan ditujukan sebagai daerah wisatawan yang meniru konsep dari daerah Gajah Wong di Gejayan. Daerah Gajah Wong yang terkenal ini konsepnya diterapkan di Sosrowijayan, dan nampaknya keberhasilannya sudah terlihat.

Paralel dengan jalan Sosrowijayan terdapat jalan Dagen, yang juga terkenal dengan penginapan-penginapan murahnya. Kedua daerah ini merupakan daerah yang digemari oleh para turis asing, selain karena letaknya yang strategis dekat dengan pertokoan Malioboro, juga karena harga yang ditawarkan untuk menginap relatif murah dari mulai Rp. 25.000 sampai dengan Rp.50.000 per malamnya. Kedua daerah ini merupakan daerah kedua setelah Prawirotaman yang lokasinya relatif lebih jauh. Selain jauh, harga permalam yang diberikan di sana juga relatif lebih tinggi.

Tapi Yogyakarata bukan hanya kompleks pertokoan dan tempat-tempat makan yang menarik bagi para turis. Seni budaya yang asli dan indah juga merupakan hal yang menarik bagi para pengunjung kota ini. Seni budaya ini dapat ditemukan di berbagai sudut di kota Yogyakarta baik di lingkungan keraton maupun daerah di sekitarnya. Sebagai bekas kerajaan yang besar, Yogyakarta memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat sumber seni budaya Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari peninggalan seni budaya yang dapat kita saksikan pada candi-candi, istana Sultan dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan sebagian dapat disaksikan pada museum-museum budaya.

Kehidupan seni tari dan seni lainnya juga masih berkembang pesat di kota Yogya. Selain itu nilai-nilai budaya masyarakat Yogya terungkap pula dalam bentuk arsitektur rumah penduduk dengan bentuk joglonya yang banyak dikenal di seluruh Indonesia. Andong antik di Yogya memperkuat kesan bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai tradisional. Seniman-seniman besar terkenal di Indonesia saat ini banyak yang dididik dan digembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seniman seperti Affandi, Bagong Kusudhardjo, Edi Sunarso, Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto dan lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat peranan Yogyakarta sebagai Pusat Kebudayaan Jawa.

Satu event yang menarik dan digemari oleh masyarakat Yogya maupun turis adalah Sekaten. Sekaten dilangsungkan pada saat menjelang Maulid Nabi. Masyarakat Yogya biasanya menyebutnya Sekatenan, pada hari tersebut ada beberapa hiburan dan pasar malam yang disajikan. Pada hari Maulid Nabi juga dilaksanakan sebuah upacara adat yang disebut sebagai upacara Gunungan (tumpengan). Biasanya pada saat upacara ini masyarakat akan berkumpul dan menunggu Gunungan tersebut lewat, dan akhirnya masyarakat akan berebut untuk mendapatkan satu dari sekian banyak hiasan Gunungan. Ada satu simbol tertentu yang diberikan dari setiap hiasan gunungan tersebut. Dari sekian banyak upacara Sekaten ini, baru sekali saya menyaksikannya, yaitu dua tahun yang lalu. Rasanya seluruh masyarakat Yogya berkumpul dan memenuhi lingkungan sekitar Masjid Agung di alun-alun. Penuh sesaknya orang tidak menurunkan semangat masyarakat Yogya untuk menunggu saat Gunungan tiba.

Satu seni kerajinan yang menjadi buruan para turis adalah kerajinan perak yang dapat ditemukan di Kota Gede. Di daerah Kota Gede ini terdapat sederetan pertokoan yang menjual kerajinan perak dengan berbagai ragam coraknya. Kota Gede juga dikenal sebagai pusat industri kerajinan peraknya. Salah satu toko yang cukup dikenal adalah Tom’s Silver yang berada di Jalan Ngeksi Gondo. Lokasi yang relatif cukup jauh, sekitar 5 kilometer dari pusat kota Yogya, kadang membuat turis memilih untuk membeli kerajinan perak tersebut di pertokoan yang berada di pusat kota Yogya. Walaupun tidak dapat dipastikan keaslian dari kandungan peraknya, tetapi semuanya saya serahkan pada Anda.

Yogya, Yogya...... Katon memang pantas terpesona olehmy. Kadang saya berpikir, kalau saja pusat kota Jakarta sekarang ini adalah daerah Kota, maka Jakarta bisa secantik kamu. Penuh dengan gedung-gedung tua berkarakter, dan bukan gedung-gedung baru yang selalu abu-abu. Dan mungkin orang-orangnya juga akan lebih berkarakter, dan bukan hanya terlalu sibuk menggolkan the next big proposal. Ah, sudahlah....back to reality....

>.....musisi jalanan mulai beraksi, oh....
Merintih sendiri, di tengah deru,...hey....
Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi (untuk s’lalu pulang lagi)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh.....
Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi,abadi......


Jakarta, November 2000

a+ desember 2000 >> +designer boutique

Designer Boutiques

Teks: Ari Widyati Purwantiasning
Dipublikasikan dalam majalah a+ kolom pondasi - Desember 2000, volume 01 edisi 07


Ruddy Walakandou

Tak pernah terpikirkan bahwa bangunan seperti ruko berwarna putih itu adalah sebuah butik eksklusif sepatu dan tas Ruddy Walakandou. Butik koleksi asesoris dan sepatu kulit ular ini terletak di bilangan Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Kalibata Utara II No. 57B. Ketika saya masuk ke ruang utama yang juga merupakan ruang display, Ruddy sedang disibukkan dalam penataan ulang display koleksi sepatu-sepatunya. Ruangan yang relatif tidak terlalu besar tersebut terbagi menjadi dua buah ruang. Ruang depan diperuntukkan sebagai ruang display koleksi sepatu dan ruang kedua difungsikan untuk rak-rak peraga koleksi tas kulitnya.

Konsep yang dipilih Ruddy sangat membantu dalam menyembunyikan kesan sempit dan kecil pada ruangan. Konsep Black and White dan minimalis adalah pilihan utamanya. Ia menumpuk kotak-kotak sepatunya sedemikian rupa sehingga membentuk rak untuk memajang sepatu. Kotak/ rak ini menjadi elemen interior yang tidak terlalu rumit, sehingga tidak menambah kesan chaotic ruang tersebut. Warna hitam putih pada kotak kemasan sepatu tersebut juga menunjang konsep keseluruhan butik eksklusif ini. Ada juga sebuah rak sepatu dari besi dengan lima buah papan putih bersusun ke bawah yang diisi dengan empat buah kotak sepatu pada setiap rak peraganya. Pelanggan yang datang diharapkan hanya melihat seluruh koleksi sepatu melalui sebuah monitor TV, tanpa harus membuah satu persatu kotak-kotak yang tersusun rapi itu. Dari monitor TV tersebut pelanggan dapat memilih sepatu ataupun tas sesuai selera, ukuran dan juga warna yang diinginkan.

Pada ruang display sepatu, bidang dinding dibuat sedemikian rupa sehingga nampak kesan alaminya. Permukaan dinding disajikan bertekstur dengan mengupas seluruh cat pada kedua bidang tersebut. Sehingga tidak hanya tekstur kasar dinding yang terekspresi, namun tampak dari plamir berwarna putih berkolaborasi dengan warna abu-abu dari acian dinding. Di samping dinding bertekstur tersebut, ruangan ini juga dilengkapi dengan tirai yang berfungsi sebagai penutup permukaan jendela kaca yang sepertinya terlalu terbuka. Tirai tersebut hanya berupa kain jeans berwarna biru yang ternyata klop sekali dengan konsep hitam putihnya Ruddy. Pada sudut ruangan terdapat satu buah sofa yang juga terbuat dari bahan jeans. Konsep dan model sofa memilih tema minimalis seagai pendukung konsep utama ruangan. Sofa yang mirip sekali dengan model rancangan Le Corbusier ini, selain sebagai pelengkap asesoris ruangan, juga sebagai contoh barang yang boleh dipesan.

Ruang pertama yang berfungsi sebagai display sepatu ini juga dilengkapi dengan dua buah dinding yang berongga ke dalam setebal lebih kurang 40 cm. Dinding berongga ini dimaksudkan sebagai ruang peraga untuk koleksi terbaru atau season accessories dari Ruddy baik sepatu maupun tas. Sebuah tas golf berwarna jreng dari kulit ular diletakkan pada standar lukisan di rongga dinding display tersebut. Sedangkan pada rongga dinding satunya, diletakkan sebuah mannequin tak berkepala, yang berkalungkan sebuah koleksi sepatu kulit ular Ruddy Walakandou.

Memasuki ruang kedua, terdapat sebuah meja bundar di tengah ruangan dengan empat buah bangku.meja bundar ini (sepertinya) berfungsi sebagai meja untuk berdiskusi dan konsultasi antara pemilik butik dan pelanggan, dan juga sebagai meja makan. Monitor TV yang saya sebutkan sebelumnya rencananya akan diletakkan di atas meja bundar ini.

Semua koleksi tas yang ada diperagakan pada beberapa buah rak kayu berwarna putih yang terletak di balik dinding ruang display sepatu. Rasanya bertambah eksotik saja kesan yang ditampilkan tas-tas kulit ular tersebut. Warna putih pada seluruh permukaan bidang di ruangan tersebut dipilih Ruddy untuk menonjolkan setiap warna dan corak unik setiap koleksinya.

Pemanfaatan ruang di bawah tangga yang menuju ke lantai dua sangat tepat sekali. Dengan menjadikan ruang di bawah tangga tersebut sebagai storage, rasanya konsep minimalis butik ini jadi lebih kuat. Keberadaan gudang di bawah tangga tersebut ditutup oleh sebuah rak display yang terbuat dari gypsum bewarna putih.

Selain adanya beberapa sudut ruang yang dibuat semenarik mungkin, ada sebuah pintu sorong yang berfungsi ganda. Selain berfungsi sebagai pintu sorong, permukaannya berlapis cermin. Cermin inilah yang berfungsi untuk memantaskan asesoris pada pelangga. What a brilliant idea! Dengan ruang yang relatif kecil semua kebutuhan sebuah butik dapat disediakan di dalamnya.

Selain kedua ruang display tersebut, sebuah ruang VIP untuk artis terletak di lantai kedua. Di ruang VIP inilah Ruddy bermaksud untuk memberikan keleluasaan para artis untuk berkonsultasi dengan sang perancang dalam memilih dan mencoba semua koleksi butik eksklusif ini.

Penataan ruang dalam terasa kurang, bila peran pencahayaan dalam ruangan juga kurang. Di butik ini, hampir pada setiap sudut ruangan dilengkapi sorot cahaya buatan. Empat buah lampu downlight misalnya, dipasang pada langit-langit ruangan. Selain itu beberapa lampu sorot halogen diletakkan pada sisi ceiling yang di bawahnya terdapat koleksi sepatu dan tas. Dan Ruddy memberikan suatu kesan tersendiri pada ruang utamanya, yaitu dengan meletakkan beberapa lampu sorot yang biasanya digunakan pada panggung catwalk. Delapan buah lampu sorot diletakkan persis di tengah ruang depan, membentuk persegi empat, sehingga kedelapan lampu tersebut menerangi seluruh ruangan secara merata.

Seluruh penataan ruang dalam ini dipikirkan oleh Ruddy sendiri tanpa menggunakan jasa interior designer. Tata ruang dalam butik ini juga akan berubah seiring dengan berubahnya musim fashion. Ruddy menyatakan bahwa setiap bulannya dia mengeluarkan empat buah model sepatu dan tas untuk setiap jenis kelamin.pada saat model terbarunya keluar, secara otomatis Ruddy juga menyajikan tata ruang yang berbeda. Selain sepatu dan tas dari kulit ular, butik eksklusif Ruddy Walakandou akan menggelarkan satu koleksi eksklusif lainnya, yaitu koleksi lingerie pada tahun 2001. Tapi saya tidak dapat katakan dengan pasti apakah lingerie yang akan dikeluarkan berupa pakaian dalam dari kulit ular juga seperti koleksi sepatu dan tasnya.

Dari beberapa penuturan Ruddy, dapat disimpulkan bahwa ide untuk membuat butik ini tidak hanya untuk obsesi pribadinya, tapi juga sebagai satu usaha mendukung beberapa pengrajin kecil yang berbakat. Dengan beberapa workshop yang disediakan Ruddy di beberapa tempat, diharapkan sedikitnya membantu memajukan kerajinan kulit dalam negeri. Karena walaupun resminya butik Ruddy ini belum dibuka, tetapi sudah banyak pengusaha dari mancanegara yang tertarik untuk memasarkan produknya ke luar negeri. Bagi para penggemar kulit ular, Anda dapat menemukan koleksi Ruddy di butik pribadinya di Kalibata Utara dan nanti pada awal tahun 2001 di salah satu mal di Jakarta. Bisa dipastikan Anda akan dapat menikmati disain interiornya yang unik di butik malnya juga.

Prada

Berbeda dengan butik Ruddy Walakandaou, butik eksklusif Prada didisain sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan oleh Prada Italy. Seluruh butik Prada yang ada di seluruh penjuru dunia mempunyai tema dan konsep yangsama dalam penataan ruang dalamnya. Adanya standarisasi konsep tersebut kemungkinkan dimaksudkan untuk memberikan suatu image tersendiri bagi Prada Italy. Sehingga setiap orang yang masuk ke dalambutik eksklusif ini akan menyadari bahwa butik yang dimasukinya adalah Prada, tanpa harus melihat name tag yang tertera di setiap koleksinya.

Rasanya sulit bila saya harus menjelaskan tata ruang dalam butik Prada, bila saya tidak melihat dan merasakan pengalaman ruang di dalamnya. Bergaya bak Maya Ari Sigit, saya memasuki salah satu butik Prada yang ada di Plaza Senayan. Rasa minder tentu saja sepintas lalu ada dalam diri saya. Tetapi dengan rasa percaya diri, saya mulai tur singkat saya di dalam ruang yang relatif kecil tersebut. Diamati oleh dua orang staf rasanya cukup risih juga, tetapi saya teruskan juga pengamatan arsitektural dan interior dalam ruang itu. Ruangan butik terbagi atas area window display, ruang display produk, dressing room dan stock room. Keseluruh ruang tersebut dapat terakomodasi sehingga menghasilkan satu penataan ruang yang cozy dan comfortable.

Butik dengan luas 121 m2 itu terletak di lantai dasar Plaza Senayan, tepatnya di sebelah kanan pintu masuk utama. Dengan dilengkapi tiga buah kaca display, diharapkan pengunjung dapat mengecek dengan gampang koleksi terbaru Prada tiap season. Menurut penjelasan Mira Deliena, PR Prada Italy, dalam satu tahun dibuat kurang lebih enam kali perubahan konsep dalam penataan window display. Konsep penataan window display ini juga ditentukan langsung oleh Prada Italy yang kemudian diimplementasikan secara menyeluruh pada butik-butik Prada yang ada di Jakarta (ada dua, satu lagi di Plaza Indonesia). Dalam hal ini, pemegang hak waralaba tidak terlibat dalam pemrosesan dan penentuan konsep.

Ketiga window display mempunyai permukaan transparan berupa kaca bening yang dibatasi oleh frame berwarna hitam, mengelilingi bidang kaca. Warna hitam pada frame kaca ini nampaknya diberikan sebagai suatu aksen. Selain pada frame kaca, pintu masuk utama butik Prada juga diberikan aksen warna hitam. Pintu utama yang berupa kaca bening dibuat menjorok kedalam, sehingga menghasilkan sebuah rongga yang juga berfungsi sebagai foyer. Pada sisi kanan dan kiri rongga serta pada permukaan lantainya dipilih warna hitam sebagai finishing touch.

Memasuki ruangan butik yang bernuansa hijau pupus ini memberikan satu kenyamanan bagi pelanggan yang berkunjung. Semua orang pasti tahu bahwa warna hijau memberikan suasana sejuk dan nyaman. Warna dominan hijau ini selain ditujukan untuk kenyamanan pelanggan, juga dimaksudkan dalam memenuhi konsep minimalis ruangan. Tanpa menggunakan banyak paduanwarna, maka konsep interior butik ini dapat digolongkan dalam konsep minimalis. Juga, dengan warna pastel seluruh produk dan koleksi butik Prada dapat ditonjolkan model dan bentuknya.

Dua buah meja display produk terdapat di tengah ruangan, yang berfungsi sebagai tempat asesoris seperti dompet dan stationeries. Di bawah meja diletakkan beberapa model handbag dan luggage bags. Persis di sebelah meja display ini terdapat sebuah sofa yang cukup besar berwarna coklat muda. Sofa dengan model cukup klasik ini tidak menggunakan sandaran. Saya yakin, hal ini untuk menghindari terhalangnya pandangan ke seluruh ruangan dan menghilangkan kesan sempit pada ruang kecil itu. Selain sebagai asesoris pelengkap, sofa ini juga diperuntukkan bagi pelanggan yang ingin mencoba sepatu koleksi Prada.

Kayu merupakan bahan material yang paling banyak digunakan untuk mendisplay produk eksklusif Prada. Hal ini terlihat pada beberapa bidang dinding, di mana terdapat beberapa rak kayu. Seperti halnya pada dinding sisi kiri, tepat di depan sofa berwarna coklat, rak-rak kayu yang juga berwarna hijau pupus berfungsi sebagai tempat peraga sepatu-sepatu koleksi Prada. Selain pada sisi dinding tersebut, pada permukaan dinding yang menjadi backdrop dari window display juga terdapat rak kayu yang menggantung. Pada rak tunggal tersebut diletakkan beberapa tas. Lain halnya dengan permukaan dinding yang sejajar dengan pintu masuk. Pada sisi ini diletakkan dua buah rel penggantung baju.

Untuk melengkapi kebutuhan ruang butik, diberikan satu area sebagai dressing room, yang terletak di balik salah satu bidang dinding dalam ruang butik tersebut. Di ruang inilah biasanya pelanggan dapat menjajal beberapa potong model baju dan memantaskannya di depan cermin, sebelum segera mengembalikannya ke rak setelah melihat harganya. Ruang yang relatif cukup luas tersebut dilengkapi dengan sebuah kaca cermin dan kursi untuk kenyamanan pelanggan. Selain dressing room, ada sebuah ruang kecil yaitu stock room, gudang yang berisi stok produk Prada.

Seperti layaknya fungsi sebuah ruang, tata ruang dalam tidak dapat dipisahkan dengan penataan lightingnya. Lain dengan butik Ruddy yang mengekspose lampu sorot catwalk pada ruang utamanya, penataan cahaya butik Prada didominasi oleh adanya beberapa spot cahaya dari lampu halogen dan lampun downlight. Contohnya, pada ruang foyer sebelum pintu masuk diberikan dua buah lampu downlight sebagai penambah efek cahaya ruang kecil tersebut. Sedangkan di dalam ruangan, titik lampu yang digunakan lebih banyak jumlahnya, karena sinar lampu kuning tersebut memberikan satu efek tersendiri bilamenyentuk permukaan dinding yang berwarna hijau. Selain itu efek cahaya buatan tersebut juga menonjolkan bentuk dan material produk Prada.

Tentu saja semua penataan interior dan juga pemilihan bahan, baik perabot ruangan ataupun material untuk finishing touch permukaan dinding, ditetapkan untuk mencapai sebuah atmosfer yang nyaman. Suasana ruang disajikan sehingga secara keseluruhan dapat memberikan rasa nyaman bagi para customer.selain adanya penataan cahaya yang cukup, customer dapat melihat dengan jelas produk-produk yang didisplay, kenyamanan pelanggan juga ditunjang dengan diberikannya beberapa fasilitas pendukung lainnya. Fasilitas tersebut diantaranya adalah dengan memberikan temperatur AC yang nyaman (lebih hangat daripada di Plaza Senayannya sendiri yang sedingin permen Pindy), warna butik yang enak dipandang mata, sofa, monitor TV yang selalu memutar video fashion show koleksi terbaru, dan juga alunan musik dengan pilihan musik yang sesuai dengan image Prada.

Seluruh penataan ruang dalam dari butik Prada ini ditangani oleh sebuah divisi khusus yang berkaitan dengan konsep interior butik. Layout perabot ruangan tidak pernah berubah biarpun trend fashion berubah terus. Hanya window display saja yang berubah setiap waktu. Sehingga bila Anda ingin melihat koleksi Prada, Anda hanya cukup melirik window display mereka. I bet you wouldn’t confuse it with Versace.

Jakarta, November 2000

Thursday, December 21, 2000

a+ november 2000 >> +Menebak Isi Suatu Rumah

menebak isi suatu rumah

Teks: Ari Widyati Purwantiasning

Majalah a+ dalam kolom atap - November 2000, volume 1 edisi 06

Anda ada di Ray White. Seorang real estate agent sedang berbusa-busa menawarkan sebuah rumah di Cipete. Harganya selangit. Bukti yang dia punya akan kehebatan rumah ini hanyalah beberapa lembar foto. Bisakah anda mempercayainya? Bisakah anda mempercayai foto-fotonya?

Pusiiinnnnggggg….!!!! Pussiiinngggg!!!! Mungkin teriakan khas Peggy Melati Sukma ini dapat mewakili saya dalam mengekspresikan proses penulisan artikel ini. Rasanya cukup fiktif untuk dapat menceritakan kembali suasana sebuah ruang tanpa mengalami sendiri pengalaman arsitektur di dalamnya. Itulah yang saya rasakan pada penulisan artikel ini. Sempat terbersit satu keraguan ketika saya mendapat satu tugas untuk me-review interior sebuah hunian apartemen di Kempinsky. Mengapa? Karena untuk menjaga ke-confidential-an sang pemilik, terpaksa saya hanya dapat melihat ekspresi setiap ruangan yang ada melalui beberapa lembar foto.

Ternyata benar juga yang digembar-gemborkan oleh dosen-dosen arsitektur, bahwa rasanya akan terasa sulit bila kita harus menuangkan pengalaman ruang kita tanpa harus melihat langsung wujud nyata dari ruang tersebut, dan bla…bla…bla….. Apresiasi yang dihasilkan akan berbeda pastinya. Tetapi mungkin juga saya akan bisa menilai bangunan ini secara lebih obyektif, paling tidak secara konseptual, karena saya tak akan bias melihat borok-borok yang mungkin saja ada seandainya saya diijinkan untuk melihatnya. Ah, sudahlah. Pokoknya saya akan coba untuk menuturkan kembali ide-ide yang dituangkan sang perancang dalam penataan ruang hunian apartemen ini.

Lokasi hunian apartemen ini yang cukup strategis, di jantung kota Jakarta, memberikan nilai tersendiri dalam konsep hotel apartment atau serviced apartment. Hunian ini menjadi berfungsi persis seperti layaknya unit dalam hotel, bukan sebagai unit rumah yang dihuni oleh pemiliknya dengan kegiatan kesehariannya. Konsep hotel apartment atau serviced apartment ini disediakan untuk para businessmen yang seringkali membutuhkan tempat untuk istirahat beberapa saat tanpa harus merasa seperti tinggal di hotel yang terkadang suasananya kurang cozy dan homey. Berbeda dengan hotel yang tentu saja hanya dapat ditinggali beberapa saat dan juga tidak dapat memberikan kesan seperti berada dalam sebuah rumah, konsep ini diberikan pada para pemilik unit agar dapat mengekspresikan ide mereka dalam keinginan masing-masing pemilik, tentu saja kesan hotel akan berubah menjadi kesan sebuah rumah yang nyaman. Dari sekian banyak unit hunian di Kempinsky ini, saya akan mencoba untuk memberikan satu gambaran dari sebuah unit apartment di dalamnya. Hunian ini memang dikonsepkan oleh sang pemilik sebagai hunian untuk business purposes, i.e. tidak setiap hari sang pemilik akan tinggal di dalam hunian, walaupun begitu, bukan berarti pengaturan tata ruang dalamnya diatur dengan mengacuhkan kesan sebuah rumah.

Sang pemilik menyerahkan segala sesuatu dari mulai tahap perancangan sampai dengan pengisian perabot dan juga asesoris kepada dua orang interior designer yang nampaknya sudah cukup mengerti keinginannya. The owner had also stressed his desire for practicality in the home which the designer managed to enforce as much as possible in this modern concept. Dengan mengumpulkan segala ide yang disesuaikan dengan keinginan pemilik, Alex Abdi bersama koleganya Idris Samad mencoba menuangkan gagasan tersebut dalam tema modern simple. Dan nampaknya ide ini sudah cukup menjamur dimana-mana, karena sekali lagi saya meliput hunian yang memilih tema simplicity di dalamnya.

Alex mengatakan bahwa dengan waktu yang sangat singkat mereka harus mengerjakan segala sesuatunya dengan sesempurna mungkin. Dari pemilihan bahan dan warna dinding, pemilihan perabot dan asesoris, penyediaan bedding set dan juga dining set sampai dengan pengaturan lighting yang ada mereka kerjakan dalam waktu satu bulan terhitung dari penandatanganan kontrak tentu saja. We do the shopping, begitu yang dikatakan Alex pada saya, karena sesungguhnya keterbatasan waktu itulah yang menjadi tantangan baginya. Dengan beberapa produk perabot yang dipasarkan di Jakarta (MOIE, IKEA, etc), Alez mencoba untuk memadukan satu produk dengan produk lainnya. Kunci yang digunakan Alex adalah how to combine all the things from different brands dan juga how to mix and match the colors. Dan nampaknya usaha dan kerja keras Alex dan Idris tidaklah sia-sia, dengan waktu yang relative singkat mereka dapat menyajikan satu tema modern simple apartment living.

Hunian dengan luas 140 m2 ini terdiri dari dua buah kamar tidur, yaitu kamar tidur utama yang mempunyai satu kamar mandi/ WC pribadi, dan juga satu extra bedroom, yang mungkin difungsikan sebagai kamar tidur tamu, yang tentunya juga dilengkapi dengan satu extra toilet. Terdapat juga ruang keluarga dan juga ruang makan, yang nampaknya relative compact satu sama lain, karena luasan hunian yang relative kecil. Namun penataan perabot dan asesoris nampaknya sangat membantu untuk mengurangi rasa sempit. Meski tidak terlalu luas, gayagaya modern simple apartment living, hunian ini tampil sebagai hunian yang praktis dan fungsional untuk business purposes. Alex dan Idris mencoba untuk memilih warna yang senada dan bertema back to nature daripada menyajikannya dalam kolaborasi warna dan kombinasi material yang ditujukan untuk menghindari timbulnya mood yang berubah-ubah. Selain itu, keberadaan ruang service yang nampaknya pada awal sebelum renovasi terlalu terbuka, dibuat sedemikian rupa sehingga semrawutnya suasana dapur tidak terlihat dari ruang makan dan ruang keluarga. Berikut adalah the breakdown dari hunian ini (semoga akurat): interior hunian ini memiliki satu tema warna tersendiri. Terdominasi sentuhan

Earth’s Element. Dari lembar foto, terlihat kesan bahwa ruang-ruang yang ada di dalam hunian ini menggunakan segala element yang berbau alam. Dari mulai warna yang digunakan sampai dengan elemen-elemen asesoris yang nampaknya sangat dominant menggunakan warna dan juga material kayu. Alex dan Idris mencoba untuk menuangkan keinginan pemilik rumah dengan menyajikan beberapa atmosphere yang sangat terpadu satu sama lain. Pemakaian warna dominan coklat dan hijau pupus terlihat pada warna dinding-dinding pembatas ruangan. Pemilihan warna inilah yang membuat atmosphere ruang terasa lebih nyaman dan sejuk. Dan tentu saja hal ini sangat mendukung konsep hunian yang ditujukan sebagai business purpose dwelling. Pemakaian warna-warna yang berbau back to nature ini ditunjang juga dengan pemilihan perabot dan asesoris yang memiliki warna senada. Beberapa warna perabot dan asesoris yang berwarna hitam tidak merusak suasana ruang. Hal ini mungkin karena warna hitam adalah warna fleksibel yang dapat dipadukan dengan segala warna. Di ruang keluarga misalnya, diletakkan dua buah bowl dari MOIE berwarna putih dan hitam di atas coffee table, saya rasa tidak mengganggu keserasian dan keharmonisan kesan ruang tersebut. Justru malah menambah beberapa point yang menarik panca indera mata kita.

Metal’s element. Elemen metal yang dipilih terlihat pada penggunaan lampu gantung pada dining room. Lampu gantung IKEA yang nampaknya cukup memberi satu nuansa yang berbeda pada ruang makan ini, ternyata cukup masuk dengan tema yang ada. Selain itu, penggunaan unsur metal juga dipakai pada side lamp pada ruang tidur utama. Side lamp yang memakai elemen logam pada tiangnya ini, dipadukan dengan warna broken white sebagai kap lampunya.

Timber Screen Layers. Seperti yang telah saya sampaikan, dominasi warna kayu ternyata sangat terlihat pada hunian ini. Keinginan pemilik rumah untuk mendominasi sarangnya (atau didominasi?) dengan unsur kayu ini nyata sekali terwujud. Keberadaan beberapa unsur kayu memberi kesan alam yang cukup kuat. Permainan list-list dan juga panil-panil kayu terlihat jelas pada bidang transparan ruang keluarga. Bidang jendela kaca yang tadinya hanya berupa plain glass, terlihat berbeda dengan ditampilkannya panil kayu pada sekeliling jendela kaca tersebut. Selain berfungsi sebagai pemberi aksen pada bidang tersebut, panil kayu ini juga berfungsi sebagai penahan panas dan juga sebagai pengatur akustik ruang.

Unsur kayu lainnya juga terlihat pada horizontal blind pada jendela kaca tersebut yang berfungsi sebagai shading ruangan. Divider yang berfungsi sebagai pembatas ruang antara ruang keluarga dan ruang makan bukan merupakan pembatas massive. Pembatas yang memakai bahan kayu sebagai elemen utamanya ini terdiri dari lembaran papan kayu yang disusun secara horizontal menerus ke atas. Sehingga kedua ruangan masih dapat terlihat melalui celah-celah antara lembaran papan kayu tersebut.

Artificial. Beberapa tanaman artificial diletakkan pada sudut ruangan. Memang sulit bila harus memberikan tanaman asli, karena akan lebih sulit pemeliharaan dan penataannya. Tetapi dengan disajikannya beberapa sosok tanaman artificial, ruangan akan lebih terlihat hidup dan segar. Sekali lagi untuk menunjang tema simplicity, tanaman artificial dipilih yang sesederhana mungkin sehingga tidak mengundang bersarangnya debu.

Living Room. Nuansa ruang keluarga didominasi oleh warna coklat dan juga unsur kayu yang kuat. Perletakan beberapa perabot yang disesuaikan dengan terbatasnya luas ruangan, nampaknya sangat membantu dalam mengatasi keterbatasan ruang ini. Unsure warna yang sepertinya cukup harmonis ini menunjang konsep simplicity yang diinginkan oleh pemilik. Because the owner desired simplicity, everything was designed in clean lines with little elaborations. Hanya dominasi warna dan unsur kayu saja yang terlihat pada ruang keluarga ini. Dua buah lukisan modern abstract turut berperan dalam menghidupkan suasana ruang keluarga ini.

Master Bedroom. Tidak jauh berbeda dengan atmosphere ruang keluarga, unsur dan warna alam masih terlihat di dalamnya. Penambahan pencahayaan di balik curtain cove menambah kesan romantis. Pemilihan cahaya berwarna kuning saya rasa juga dimaksudkan oleh perancang untuk mengeluarkan satu rasa dan kesan hangat dalam ruangan. Efek yang disajikan dari lighting tersebut bertambah lebih serasi dengan adanya bidang dinding dan juga bedding set berwarna broken white yang terhampar di atas bed frame. Mengurangi sepinya ruangan, dua buah side table diletakkan di atas dua buah nachast di samping kiri dan kanan bed frame.

Dining Room. Mungkin karena terbatasnya ruang yang disediakan sebagai ruang makan, maka perletakan perabot pada ruang ini juga disajikan secara compact tanpa membuang space secara percuma. Penempatan sebuah dining table dengan empat buah dining chair saya rasa cukup untuk sebuah hunian yang bertema modern simple ini. Pemilihan warna masih menggunakan warna alam yaitu hijau dan coklat, dipakainya perbaot dengan material kayu juga masih terlihat dominant pada ruang ini. Penggunaan warna hijau dining table serasi dengan warna coklat pada divider ruangan, warna curtain dan juga warna kayu lainnya.

Kitchen. Ruang dapur yang merupakan satu dari sekian ruang service dalam hunian ini, dibuat terpisah dari ruang makan karena fungsinya yang bukan sebagai dapur bersih. Ruang dapur yang sebelumnya terbuka tanpa penyekat dapat terlihat dari ruang makan dan ruang keluarga. Tentu saja keberadaan dapur kotor ini akan merusak suasana ruang lain yang harmonis. Dengan adanya masalah tersebut, Alex memberikan satu penyelesaian dengan memasang sebuah pintu penghubung antara ruang makan dengan dapur. Pada bagian samping kanan pintu dapur dibuat sebuah lubang yang dapat berfungsi layaknya sebuah temporary bar. Namun, sekali lagi untuk menutup suasana dapur yang kacau, Alex menutup lubang tersebut dengan jendela krepyak yang dapat dibuka dan ditutup pada saat-saat tertentu. Unsur kayu yang kuat terlihat lagi pada penggunaan jendela krepyak ini. Nampaknya kesan yang diberikan dari krepyak ini mencirikan sebuah hunian tropis.

Jakarta, Oktober 2000

Monday, November 20, 2000

a+ oktober 2000 >> +Memaksimalkan Minimalisme

Memaksimalkan Minimalisme

Teks: Ari Widyati Purwantiasning
Majalah a+ dalam kolom atap - Oktober 2000, volume 1 edisi 05


Ditengah kesibukan dan kepanikan akan deadline yang makin dekat diambang mata untuk mengisi rubrik +atap, akhirnya kami menemukan satu rumah yang sesuai kriteria dan tema minimalisme. Bentuk rumah yang lebih cenderung ke arah postmodernity membuat sosok bangunan yang berlokasi di Bumi Karang Asih, Jalan Karang Asih II C2 No. 36 ini sangat mencolok di antara rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Gampang sekali untuk mencari rumah ini karena bentuk dan warnanya yang berbeda dari rumah-rumah yang lain. Tentu saja perbedaan yang mencolok tersebut memberi satu nuansa tersendiri di kompleks perumahan ini. Pemilihan warna dan juga pemakaian bahan pada bagian tampak bangunan, menjadikan bangunan tersebut terlihat lebih menarik.

Sejenak saya luangkan waktu untuk mengamati bagian tampak rumah yang mengundang mata dan mengesankan. Tanpa memberikan berbagai macam bentuk pada tampaknya, kesan yang saya tangkap adalah kesederhanaan. Seluruh permukaan facade menggunakan unsur rectangle, mulai dari jendela-jendela yang menempel pada dinding sampai pada lubang-lubang angin. Entrance depan dibuat sesederhana mungkin tanpa menyediakan ruang teras yang besar sebagai ruang peralihan. Teras entrance yang nampaknya juga berfungsi sebagai foyer tersebut dinaungi oleh sebuah kanopi kaca tempered dengan menggunakan konstruksi baja gantung dengan beberapa buah tali baja sebagai penggantung kaca tersebut. Transparency! Mungkin itu yang ingin diungkapkan oleh sang perancang.

Pemakaian bahan alam yaitu batu alam paras palimanan, menambah kesan elegant pada facade rumah, kesan tersebut bertambah dengan adanya beberapa titik spot lampu dinding. Yang saya yakin pada malam hari rumah ini akan terlihat lebih romantis dengan lighting yang ada pada dinding maupun kolom-kolom halaman depan.

Konsep garden house ternyata juga terungkap dari ide sang perancang. Dengan memberikan kesan terbuka namun tidak vulgar, halaman depan tidak dibatasi oleh sesuatu yang massive. Maksud saya, pada halaman depan tidak dibuat pagar-pagar menjulang yang berkesan mengekang sehingga rumah akan terlihat tertutup dan juga tidak bersahabat dengan lingkungan sekitar. Seluruh halaman depan dibuat perkerasan yang memenuhi salah satu fungsinya sebagai car port. Dan pada batas tepi kavling dibuat dua buah kolom, yang juga berfungsi sebagai batas territory.

Hal yang pertama kali membuat saya sedikit berkomentar wow adalah ketika saya memasuki ruangan rumah tersebut. Seluruh ruang ter-layout dengan perabot dan asesoris dari Decorous yang memberikan tema simplicity. Kesan rumah kecil dan sempit yang terbersit dalam benak saya saat pertama kali melihat tampak bangunan tersebut, tiba-tiba hilang setelah memasuki ruang utama rumah ini. Ruang yang relatif luas sepertinya berfungsi sebagai ruang tamu, dan ini menurut saya akan lebih cocok bila kedua arm chair yang ada dipindahkan. Dengan menjadikan ruang ini sebagai hall, saya yakin pasti akan memberikan kesan lebih luas lagi pada ruang dalamnya. Luas tanah yang hanya 195 m2 ternyata dapat dioptimalkan dengan menyajikan sosok bangunan yang memfungsionalkan seluruh ruang dengan luas 235 m2.

Simplicity! Mungkin ini merupakan kata paling tepat yang dapat menjelaskan tema rumah ini. Menurut Irmawan Pujoadi sang empunya rumah, konsep simplicity memang rasanya lebih tepat dikatakan sebagai konsep disain rumah ini dbandingkan dengan konsep minimalism. Dengan adanya beberapa macam warna yang digunakan dalam setiap ruangan, dan juga pemakaian beberapa material tambahan seperti sand stone dan juga paras palimanan, tampaknya konsep disain rumah ini tidak tepat dikatakan sebagai konsep minimalist. Karena tentu saja dalam konsep minimalist seluruh unsur yang digunakan lebih mengarah ke warna yang monotone atau juga senada, tanpa ada gradasi dan juga paduan warna. Selain itu, penggunaan perabot yang ada tampaknya tidak dapat dikatakan minimalist lagi karena adanya beberapa pernak pernik yang menjadi asesoris ruangan.

Ide simplicity dalam perancangan rumah ini timbul dalam benak Irmawan ketika ia menghabiskan beberapa waktu di Michigan untuk belajar. Ide tersebut timbul karena keterbatasan ruang dan juga keterbatasan waktu dalam mengurus rumah. Dari sinilah terpikir olehnya untuk menuangkan ide tersebut untuk membuat segala sesuatu lebih sederhana. Penyederhanaan tersebut dimulai dari pengaturan layout ruangan, perabot sampai dengan pemilihan perabot yang simple tanpa banyak ukiran yang memancing bersarangnya debu. Konsep simplicity dalam pemilihan perabot dan asesoris tampaknya lebih cocok menurut Irmawan untuk ruang-ruang yang kecil, sehingga ruang yang ada akan terlihat lebih lapang.

Irmawan berusaha mewujudkan semua angan-angannya dengan membangun rumah berkonsep simplicity di bilangan Cinere ini. Seluruh tahap perancangan dari disain rumah sampai dengan disain tata ruang dalam dilakukan oleh Irmawan sendiri, dengan dibantu oleh seorang teman arsitek yang juga membantu dalam pembangunannya. Menurut saya ide ini sangat tepat untuk diwujudkan dalam ruang-ruang yang kompak dan fungsional. Karena sesunggunya design is not a matter of formula, tetapi adalah sesuatu yang dapat dirasakan dan dilihat. Dari pengalaman melihat dan merasakan inilah akhirnya kita dapat mengkonsentrasikan sesuatu pada konteks the essence of the idea yang ada. Pemilihan konsep simplicity ini sebenarnya untuk menghindari adanya inventions yang tidak relevan dengan tujuan utamanya, yaitu kesederhanaan. Karena pada dasarnya, suatu disain yang semula mempunyai satu konsep utama bila diracik dengan ide-ide yang bermunculan belakangan biasanya akan menimbulkan chaos. Dan terkadang hal yang dapat menimbulkan chaos akan menganggu panca indera kita, khususnya mata.

Memasuki rumah dengan luas lahan yang relatif kecil tentu saja saya bertanya-tanya, berapa jumlah ruang fungsional yang ada di dalamnya. Ternyata keberadaan ruang-ruang dalam rumah ini di luar sangkaan saya. Rumah simple ini terdiri dari 5 kamar tidur dengan 2 kamar mandi dan toilet yang masih juga dilengkapi oleh ruang penunjang lain yaitu ruang-ruang yang ada dalam service area.

Kamar tidur pertama yang saya masuki ditata sedemikian rupa sehingga fungsinya berubah menjadi ruang audio visual dan juga ruang kerja. Hal yang dominan dan terekam dalam mata saya adalah atmosphere yang ada dalam ruangan ini, mempunyai tema yang berbeda dengan ruang-ruang lain di dalam rumah. Irmawan memberikan alasan yang cukup masuk akal, bahwa kebosanan kadang timbul bila ia melihat suasana ruang yang simple dan itu-itu saja. Hal inlah yang membuatnya mencari tema lain yang disajikan dalam ruang audio visual tersebut.

Ruang keluarga, atau lebih tepatnya disebut sebagai ruang duduk karena layoutnya yang terletak tepat setelah ruang tamu, ditata tanpa ada pembatas ruang. Sehingga tamupun dapat dipersilahkan duduk di ruang ini. Berada di ruang duduk ini, saya merasakan nuansa yang berbeda lagi, mungkin karena keberadaaan anak-anak tangga menuju ruang atas. Benar sekali! Keberadaan tangga tersebut menarik perhatian saya. Tidak terlalu unik tetapi komposisi bahannya membuatnya lebih menarik. Perpaduan bahan antara logam dengan kayu pada anak-anak tangga tersebut ternyata sangat serasi. Dan, penggunaan tali-tali baja pada balustrade-nya menambah kesan harmony. Saya dapat menangkap bahwa tangga ini juga dimaksudkan sebagai aksen antara ruang makan dan ruang duduk.

Dari ruang duduk tertangkap oleh mata saya suatu ruang kecil yang terlihat sebagai focus antara ruang makan dan ruang duduk. Ruang kecil tersebut adalah foyer antara kamar tidur utama dan kamar mandi. Ide yang muncul untuk pemanfaatan ruang kecil tersebut sangat tepat karena ruang tersebut difungsikan sebagai ruang wastafel. Tanpa mengurangi kesar sebuah ruang servis dan juga ruang yang layak harus tertutup, ruang kecil tersebut diperlakukan sedemikian rupa sehingga memberi kesan lebih elegan. Beberapa titik spot lampu pada ruang kecil ini memberikan pencahayaan serasi yang menunjang suasana ruang sekitarnya.

Di lantai atas (tambah luas saja kedengarannya rumah ini ya?) terdapat satu hall kecil sebagai ruang penerimaan dari tangga menuju ke ruang yang lebih private. Ruang tersebut ditata sefungsional mungkin sehingga menjadi suatu ruang yang berfungsi sebagai ruang komputer. Langit-langit hall disajikan dengan memberikan finishing touch timber arch. Selain dimaksudkan sebagai penutup kolong atap atau ceiling, timber arch ini juga berfungsi sebagai penutup ruang water heater. Jelas sekali terasa karena ketika itu saya merasa sedikit kepanasan di ruang atas tersebut.

Dari ruang komputer, saya beranjak menuju ke kamar tidur lain di lantai atas yang juga ditata dalam satu area dengan kamar mandi dan toilet. Hal yang menurut saya dapat menjadi contoh yang baik adalah bahwa pengudaraan dalam dua buah kamar tersebut terasa lancar. Cross ventilation terjadi karena kamar-kamar tersebut terhubung langsung dengan ruang luar yang menuju ke kamar mandi. Saya dapat katakan bahwa sirkulasi udara yang menyilang tersebut benar-benar berhasil diterapkan dalam ruang-ruang ini.

Hal yang saya sadari selama saya menjelajahi setiap ruangan adalah adanya suasana yang berbeda pada setiap ruangan. Setiap ruang pada rumah ini memiliki atmosphere yang berbeda sehingga tidak menimbulkan kejenuhan. Setiap ruangan diberi perlakuan yang berbeda, baik dalam pemilihan material bangunan maupun finishing touch yang disajikan. Contoh yang nyata adalah setiap ruangan memiliki finishing touch yang berbeda pada nuansa warna bidang dindingnya. Bukan sembarang finishing cat yang digunakan, tetapi finishing dengan French wash. Pemakaian finishing dengan sistem French wash ini sesungguhnya adalah suatu pemilihan material yang dapat menggantikan fungsi wallpaper yang kurang cocok untuk iklim lembab di Indonesia.

Sambil menunggu selesainya tugas fotografer, saya coba menunggunya di ruang duduk. Saat itu saya layangkan pandangan ke arah void atas menuju hall ruang komputer atas. Ketika itu saya rasakan suasana agak tertekan ketika melihat dinding massive yang menjulang dari bidang dinding ruang duduk ke atas. Sesaat terbersit satu imaginasi, seandainya dinding-dinding massive di atas void tersebut berubah menjadi bidang transparan sampai ke ceiling sehingga menjadi suatu skylight. Saya yakin suasana ruang tersebut akan berubah menjadi lebih menyatu dengan alam luar. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara lantang Sting yang mengisi kesunyian rumah dengan Brand New Day-nya. Bersamaan dengan itu suara adzan panggilan untuk sholat Jumat mengumandang. Nampaknya kami berdua harus pamit untuk memberikan sedikit privacy pada pemilik rumah.


Jakarta, September 2000

a+ oktober 2000 >> +Stadion Utama Senayan

Stadion Utama Senayan

Teks: Ari Widyati Purwantiasning

Majalah a+ dalam kolom pondasi - Oktober 2000, volume 1 edisi 05

Kata fiktif masuk ke dalam kertas cetak biru lalu menyelami kerangka besi beton stadion olahraga kotamadya yang sedang di las sore hari, bunga apinya bepercikan ke segala arah seperti kunang-kunang merah tapi padam sebelum mencapai tanah……

Dua belas bulan kemudian stadion itu ambruk berselengkang patah-patah pada acara musik keras yang dua belas ribu penontonnya sangat marah dan semua menyumpah-nyumpah, kaca mobil parkir dipecah dan polisi menyerah kalah……………..

Gemuruh dan gempita sorak sorai penonton membahana di seluruh sudut Stadion Utama Senayan. Begitulah yang terjadi setiap football season ataupun sport season masuk dalam agenda wajib para penggemarnya. Namun apakah setiap orang pernah menjajagi keberadaan Stadion Utama Senayan ini dan menelusuri sehingga mendapatkan suatu pengalaman ruang tersendiri? Kali ini saya akan mencoba menyentuh keberadaannya di balik kemegahan Stadion Utama yang menjadi pusat olahraga santai untuk semua kalangan setiap akhir minggunya.

Nama Gelanggang Olah Raga Senayan yang biasanya lebih dikenal orang sebagai Gelora Senayan sebenarnya mencakup semua gelanggang olah raya yang berlokasi di daerah Senayan. Nama Gelora Senayan pernah diminta oleh pihak keluarga Bung Karno untuk diganti menjadi Gelora Bung Karno (ternyata bukan hanya Suharto yang narsis). Kompleks ini memiliki sarana dan prasarana olah raga termasuk kompleks perkampungan bagi para atlet yang sangat lengkap termasuk sebuah hotel. Di dalam kompleks ini Stadion Utama Senayan merupakan bangunan utama yang menjadi bagian terpenting dari kompleks gelanggang olah raga ini.

Salah satu keistimewaan dari Stadion Utama ini adalah segi arsitekturalnya. Stadion Utama Senayan dibangun dengan mengangkat arsitektur kuda-kuda temu gelang sebagai struktur utamanya. Pada saat Stadion Utama dibangun pertama kalinya, bentuk arsitektur dengan struktur kuda-kuda temu gelang ini, merupakan salah satu teknologi yang canggih yang jarang digunakan di seluruh dunia. Karena bentuk utama dari massa bangunan gubahan ini berbentuk ellipse dan bentangannya sangat besar, stadion ini memerlukan suatu struktur khusus. Pada saat itulah Stadion Utama Senayan menggunakan struktur utama kuda-kuda temu gelang sebagai atap penutup stadion yang berbentuk ellipse. Patut diketahui bahwa kebanyakan stadion sepakbola dan olahraga lain di dunia lebih banyak yang menggunakan bentuk rectangular, horse shoe, U-shaped dan banyak lagi bentuk yang digunakan berbeda-beda di setiap tempat, yang jelas bentuk ellipse cukup jarang digunakan.

Stadion Utama Senayan ini dibangun pada tahun 1960 ketika Indonesia mendapat suatu kehormatan untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games IV pada tahun 1962. Kita boleh bangga dengan keberadaan Stadion Utama Senayan, karena bangunan ini merupakan salah satu stadion sepak bola terbesar dan termegah di Asia dengan kapasitas penonton 110.000 orang. Dan tentu saja seluruh sudut dari stadion akan terasa sempit dan sesak pada saat musim sepakbola mulai merebak karena bukan hanya penduduk Jakarta yang memeriahkannya, tapi juga para bonek yang berdatangan dari luar kota tidak tinggal diam ikut serta dalam pesta musim sepakbola ini.
Karena kemegahan dari bangunan ini, disamping untuk penyelenggaraan pesta olah raga, stadion ini sering dipakai untuk upacara besar (dari Ulang Tahun PKI sampai Istighosah NU) dan juga pertunjukkan seni kolosal (dari mulai Marching Band sampai Mick Jagger). Oleh karena itu pada tempatnyalah bila seorang arsitek harus memikirkan standar yang harus digunakan dalam perancangan sebuah stadion olahraga. Karena pada keadaan tertentu, sebuah stadion harus mempunyai standar sehingga dapat digunakan untuk kompetisi olimpiade dan kegiatan keolahragaan penyandang cacat.

Pada Stadion Utama Senayan, dapat ditemukan adanya penggabungan lapangan sepakbola dengan lintasan lari di sekelilingnya. Hal ini merupakan penyesuaian terhadap standar atletik internasional yang dapat menentukan ukuran lapangan olahraga tersebut yaitu bentuk dasar ellipse. Umumnya, stadion dibentuk dengan menggali suatu lokasi dan semua bagian tribun (panggung) dibangun menyentuh tanah. Tetapi kemungkinan besar, terbatasnya kemampuan, biaya dan juga mungkin karena keadaan tanah setempat yang tidak memungkinkan, menyebabkan Stadion Utama Senayan dibangun dengan menggunakan struktur utama kuda-kuda temu gelang, tanpa harus membuat galian atau mengorek bagian tanah seperti kolam. Dengan bentuk bangunan megah berbentang besar, atap yang menutupi sebagian Stadion Utama Senayan, yaitu bagian tribun penonton, terlihat melingkar seakan-akan seperti sebuah gelang yang melingkar di pergelangan tangan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa struktur utama tersebut disebut sebagai kuda-kuda temu gelang. Karena struktur kantilever dari atap melingkar seperti gelang.

Di samping itu, berdasarkan rencana tata kota sebuah stadion hendaknya terpadu dengan lingkungan sekitarnya dengan prasarana jalan yang mudah untuk lalulintas dan pengiriman perbekalan. Hal ini tentu saja dapat terlihat jelas, Stadion Utama Senaya sengaja di’letak’kan di antara jalan utama Sudirman dan Asia Afrika. Selain itu, hal yang dominan adalah keberadaan stadion ini yang jauh dari lingkungan industri yang mencemarkan, yang juga sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan untuk pembangunan sebuah stadion olah raga.

Arsitek kuno Vitruvius yang hidup pada abad pertama SM, mengatakan bahwa deretan bangku dan teras berdiri hendaknya mempunyai kemiringan rata-rata yang tetap, hal ini dimaksudkan sesuai dengan alasan peredaman suara dan juga sudut serta jarak pandang penonton. Namun karena munculnya teknologi pengeras suara yang sangat membantu, hal ini tidak lagi menjadi hal yang dominan untuk menjadi pertimbangan. Hal utama yang terlihat di Stadion Utama Senayan adalah pertimbangan akan sudut dan jarak pandang penonton. Jangan sampai deretan bangku-bangku penonton terletak di samping dinding yang cukup tinggi yang akhirnya menutupi pandangan penonton untuk melihat lambungan bola Bima Sakti.

Satu hal lagi yang juga penting untuk dilihat adalah penyediaan fasilitas umum seperti toilet. Sayang, tampaknya fasilitas wajib satu ini belum tersedia cukup banyak dan juga radiusnya relatif agak jauh dari tribun Stadion Utama Senayan. Problem ini jelas terlihat ketika musim pesta olahraga berlangsung, penonton yang membutuhkan fasilitas tersebut banyak yang memilih untuk tidak menggunakan toilet sebagaimana mestinya. Tetapi mereka, khususnya kaum Adam lebih memilih untuk mengotori dinding-dinding struktur Stadion Utama daripada pergi ke toilet untuk buang hajat. Saya tidak dapat menyalahkan kedua pihak baik para pengguna ataupun juga pengelola bangunan itu sendiri. Karena kemungkinan besar masyarakat kita memang belum mengerti pentingnya kebersihan.

Stadion Utama yang menjadi simbol prestasi olah raga nasional para atlet Indonesia ini, merupakan bangunan yang juga menjadi saksi bisu semua peristiwa baik kegiatan olah raga maupun kegiatan lainnya yang pernah atau sedang berlangsung di dalamnya. Hal ini tentu saja bukan tujuan utama arsiteknya, dan tentu saja Stadion Utama Senayan ini dibangun tidak hanya sebagai simbol individu arsiteknya tetapi juga sebagai bangunan yang mempunyai ruang-ruang fungsional yang menunjang seluruh kegiatan yang dilaksanakan di dalamnya. Jika kita memasuki bangunan Stadion Utama Senayan ini, tentu saja kita akan merasa hanya sesosok benda kecil dibandingkan dengan kemegahan bangunan ini. Semoga saja hal itu benar adanya, bahwa Stadion Utama Senayan ini bukan merupakan pengejawantahan dari sebuah ekspresi keangkuhan sebuah individu. Karena sejarah telah banyak membuahkan bukti-bukti nyata bahwa terkadang arsitektur menjadi sebuah bentuk penyelewengan dan sebagai alat untuk mengekspresikan sebuah keangkuhan.

Satu hal lagi yang belum terpikirkan selama ini adalah kenyataan bahwa bangunan ini hanya digunakan pada moment tertentu yang memerlukan suatu ruang yang besar sekali. Tentu saja Stadion Utama ini dapat dimasuki oleh semua orang dari seluruh kalangan publik, tetapi apakah seluruh kegiatan tersebut berlangsung secara periodical dan frequently? Tentu saja hal ini akan mempengaruhi aspek building management yang juga akan berpengaruh pada nilai bangunan tersebut. Bagaimanakan caranya membudayakan public facility ini menjadi hal yang juga penting untuk digunakan tidak hanya pada saat pesta olah raga berlangsung? Mungkin dengan menyediakan suatu sarana yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari seperti pemanfaatan beberapa ruang yang ada di Stadion Utama Senayan tersebut sebagai museum sepakbola misalnya ataupun museum olah raga nasional. Hal seperti ini akan sedikit membantu dalam merawat dan mengekspresikan suatu hasil arsitektur yang menjadi simbol olah raga nasional negara kita. Bukan sebagai bangunan stadion semu yang hanya berfungsi pada saat-saat tertentu, tetapi lebih kepada sebagai suatu Stadion Utama yang hidup dan selalu ekspresif serta fungsional.

Di lapangan parkir mahasiswa terbenam kesibukan membawa kain rentang panjang penuh alfabet kapital dan tanda seru ancaman, besok malam dimaksudkan sekaligus menjadi kain kafan, berdesak-desak riuh rendah menggergaji batang leher fiktif, kenyal luar biasa....

Mana bisa..

Taufik Ismail, 1998



Jakarta, September 2000

a+ oktober 2000 >> +Liverpool Fine City

Liverpool Fine City

Teks & Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Majalah a+ dalam kolom dadah - Oktober 2000, volume 1 edisi 05


Satu tahun sudah saya mencoba mengamati, mempelajari, merasakan dan juga mengenal kota Liverpool dari sudut University Precinct Mulberry Court, Mountpleasant. Ternyata waktu satu tahun bukanlah waktu yang terlalu lama untuk mengenal kota Liverpool secara detail, dari mulai orang-orang Liverpool yang dikenal sebagai Scousers (karena langgam bicara mereka yang unik seperti menyanyikan sebuah lagu bila berbicara), sampai dengan kebiasaan-kebiasaan mereka dan juga point of interest yang ada di Liverpool. Namun satu tahun juga merupakan waktu yang cukup untuk menambah wawasan dan mengenal kota tersebut yang biasanya hanya dikenal orang sebagai kota ‘bola’ dengan Owen si Magic Boy atau sebagai kota kelahiran The Beatles. Lupakan sejenak pandangan orang mengenai hal tersebut. Liverpool bukan hanya kota ‘bola’ atau kota ‘Beatles’, tetapi juga merupakan salah satu kota di Inggris yang menarik untuk dijamah dan dikupas dari semua sudut pandang.

Liverpool merupakan salah satu district Merseyside dengan bangunan-bangunan tua yang menarik dinikmati baik arsitekturnya maupun keunikan kebiasaan masyarakatnya. Patutlah bagi para travelers untuk menjajal berkunjung ke Liverpool dan memasukkannya pada agenda perjalanan mereka.

Pada mulanya, saya sangatlah terpada melihat betapa kecilnya kota ini, dan saya sempat berpikir, apakah saya dapat bertahan tinggal di kota sekecil ini. Tetapi ternyata seperti telah saya sampaikan sebelumnya, setahun bukanlah waktu yang lama. Selama satu tahun tersebut saya dapat melihat banyak dan belajar banyak dari kota kecil ini.

Masyarakat Liverpool sebagian besar adalah pelajar, kota ini mungkin bias menjadi sister city kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Pada satu waktu sesak dan semarak dengan tawa riang pelajar-pelajar yang berdatangan dari berbagai kota maupun berbagai Negara, dan pada saat libur musim panas, kota tersebut terlihat sungguh sunyi dari suara-suara tawa dan canda mereka di semua sisi dan sepanjang jalan pusat kota. Liverpool memiliki beberapa perguruan tinggi diantaranya Liverpool University dan John Moores University yang sebelumnya merupakan politeknik.

Liverpool yang merupakan kota kecil, ternyata memiliki satu keunikan diantara beberapa kota di Inggris, yaitu kehidupan masyarakat mereka yang sangat harmonis dan rukun. Kesopan-santunan dan keramah-tamahan masyarakat local Liverpool ini memberikan satu tempat tersendiri di hati saya untuk selalu dikenang. Mungkin hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa, tetapi bagi para pengunjung yang telah bepergian ke banyak tempat, mereka pasti akan dapat merasakan perbedaannya, bahkan dapat dibedakan antara orang-orang London yang dikenal lebih snobbish dibandingkan dengan orang-orang Liverpool yang lebih down to earth. Suasana dan situasi di kota besar yang hectic juga mungkin yang menyebabkan perbedaan antara kota-kota besar lain dengan Liverpool. Jangan heran bila anda sedang berjalan menyusuri pedestrian menuju pusat kota, tiba-tiba anda akan disapa oleh seseorang yang tidak anda kenal, “Are you alright?” atau “Good morning, how are you today?” Hal-hal tersebut bukanlah sesuatu yang big deal tentu saja, tetapi merupakan hal yang menyenangkan bagi turis asing yang dating ke kota asing seperti Liverpool.

Dari waktu ke waktu, Liverpool memberikan perubahan baik dalam bentuk fisik maupun suasana di berbagai sudut pusat kota. Dimulai dari pusat kota di mana terdapat bar, restoran dan pertokoan bursting out di setiap sudutnya. Ada beberapa hotel baru dan pengembangan perkantoran di setiap sudut. Beberapa bangunan-bangunan tua sedang dalam proses refurbishment dan renovation, tapi keadaan jalanan di sekitarnya tetap terlihat bersih.

Perbedaan Liverpool tidak hanya terlihat dalam bentuk fisik saja, namun ada suatu image dari Liverpool yang selalu membuatnya lain dari yang lain. Kemudahan transportasi misalnya. Local authorities Liverpool telah menambah rute coaches dari beberapa kota di Inggris ke Liverpool. Bahkan local airport Liverpool juga telah menjadi salah satu tujuan Easyjet dari berbagai negara tetangga Inggris. Seperti misalnya bila turus ingin terbang dari Amsterdam, Barcelona, Venice, Paris, dll ke Liverpool ataupun sebaliknya, dapat menggunakan fasilitas Easyjet ini yang harga tiketnya pun relatif sangat murah.

Sudah menjadi suatu issue yang penting bahwa di Liverpool telah muncul beberapa ide untuk proyek-proyek baru maupun perombakan-perombakan di setiap sudut kota. Hal ini mengingatkan sejak beberapa waktu lalu bahwa setiap orang seharusnya menyadari akan potensi yang ada di Liverpool.

Pusat kota Liverpool sendiri menjadi suatu indikasi yang penting dari perubahan-perubahan di kota Liverpool akhir-akhir ini. Beberapa tahun lalu pusat kota Liverpool sangat sepi dan tidak terkesan ramah, keadaan bangunan-bangunan tua sungguh merupakan momok bagi para pengunjung, karena hal tersebut mengesankan suasana yang cukup trainspotting, mengerikan dan tidak terawat. Namun dengan adanya berbagai program partnerships baik dari pemerintah pusat Inggris maupun dari Eropa, maka Liverpool dapat membangkitkan semangatnya kembali dengan memunculkan beberapa potensi daerah menjadi daerah wisata bagi para turis.

Dari pusat kota, saya akan coba untuk menelusuri beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi. Pertama saya berjalan agak mendaki menuju University Precinct sepanjang Hardman Street yang merupakan lokasi paling menarik bagi para beer travellers. Di sepanjang jalan ini terdapat kafe-kafe dan juga bar yang digemari oleh masyarakat Liverpool. Mereka sangat gemar melakukan ritual pub crawl di mana mereka akan mendatangi bar-bar dan kafe-kafe yang berada di pusat kota satu persatu dari senja mulai turun sampai dengan dini hari.

Tradisi pub crawl ini sangat popular dikalangan orang Inggris apalagi Liverpool yang juga dikenal sebagai kota pelabuhan. Mungkin karena letak Liverpool yang juga dekat dengan Irlandia, maka kebiasaan minum-minum ini juga menular sangat kental pada masyarakat Liverpool. Jika anda ingin sekali mengunjungi Liverpool dan mencoba tradisi pub crawl ini jangan lupa untuk mencoba Guinness, bir hitam lambang kebangsaan Irlandia.

Janganlah terpana bila begitu akhir pecan dimulai Anda akan melihat sesaknya setiap pub, bar dan kafe di pusat kota dengan pelajar, pegawai dan juga para orang tua. Bahkan mereka akan rela mengantri di sepanjang jalan untuk memasuki kafe, pub dan bar tersebut.

Selain di Hardman Street, ada satu lokasi lagi yang juga sangat terkenal, yaitu Matthew Street, di mana para anggota The Beatles biasanya manggung pada salah satu kafenya, di sinilah kemudian ’the cavern club’ lahir. Di sinilah The Beatles lahir ke dunia musik. Karena ini Liverpool akhirnya juga dikenal sebagai the city of music yang melahirkan grup pop yang kesuksesannya bakal sulit disaingi ini. Dan, jangan heran bila salah satu anggota dari Spice Girls pun berasal dari Liverpool. Bila anda berkunjung ke Liverpool, mungkin anda kadang bertemu dengannya di Tesco, Hero-nya Inggris. Satu lagi bagi para penggemar The Beatles, bila berkunjung ke Liverpool jangan lewatkan The Beatles’ Festival setiap tahunnya pada bulan Agustus. Semua orang terlihat dengan berbagai kostum dan pernak pernik The Beatles, termasuk poni ’mangkok’ nya. Tahun lalu festival tersebut menyediakan beberapa panggung dengan panggung utama di Albert Dock, dan beberapa panggung lain di Castle Street, Victoria Street, North John Street dan Chavanese Street, dengan tema Yellow Submarine Day. Seluruh pusat kota penuh sesak dengan orang dari berbagai penjuru daerah dan kota, setiap bar, pub dan kafe berjejalan dan sesak. What a day!

Dari Hardman Street, tepat di perempatan ujung jalan tersebut, terdapat satu kafe dan restoran yang cukup bergengsi dan terkenal relative mahal, yaitu Philharmonic Restaurant. Di seberang restoran tersebut adalah Philharmonic Hall, tempat yang terkenal dengan tim paduan suara Philharmonic Orchestra-nya. Berjalan lebih ke depan, kita akan memasuki Catherine Street dan juga area University Precinct, di mana Liverpool University terletak. Di dalam lokasi universitas ini juga terdapat beberapa kafe dan bar seperti No. 5 cafe, Cambridge Cafe, Augustus John Cafe dan Varsity Cafe, yang populer bagi mahasiswa mahasiswi universitas tersebut, karena tentu saja harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan kafe dan bar di pusat kota.

Di sisi lain, dari pusat kota, bila kita berjalan berlawanan arah dari Hardman Street yaitu menuju ke arah Church Street dan lebih jauh lagi, kita akan berjalan menuju pelabuhan yang dikenal sebagai Albert Dock. Legendanya, pada jaman dahulu kala di Albert Dock ini terdapat sekelompok burung yang disebut sebagai burung Liver. Itulah sebabnya mengapa kota kecil ini disebut sebagai Liverpool.

Pelabuhan ini termasuk pelabuhan terbesar di dunia. Banyak kapal besar pernah berlabuh, termasuk The Titanic. Di Albert Dock, para turis dapat menikmati beberapa tempat seperti Merseyside Maritime Museum, The Beatles Story Museum, Museum of Liverpool Life dan Tate Gallery. Sebuah shopping arcade juga dapat ditemui di Albert Dock. Buat anda yang merasa perlu mendokumentasikan ke ‘nomad’ an Anda, di sini dapat ditemukan semua souvenir dan benda-benda menarik khas Liverpool.

Dan satu lagi, bila anda ingin mencoba menyeberang Mersey River anda dapat mengunjungi daerah seberang Liverpool yang terkenal yaitu Hamilton Quarter Birkenhead yang termasuk daerah baru dari Wirral. Dari namanya terdengar cukup unik, ya, karena daerah Birkenhead dikenal dengan legenda kota hantunya, bahkan pada setiap tahunnya, masyarakat Birkenhead mengadakan suatu festival dengan pertunjukkan hantu-hantunya. Anda dapat menggunakan pelayanan ferry untuk menyeberang ke Birkenhead dari Pier Head Albert Dock.

Selain itu, bila anda ingin sekedar minum café latte, cappuccino ataupun sekedar minum teh pada sore hari, di sepanjang shopping arcade ini terdapat beberapa café yang menyediakan minuman tersebut. Pada akhir pekan Albert Dock cukup ramai dengan orang-orang yang memenuhi kafe, restoran dan pub. Pada salah satu kafe tersebut ada satu kafe yang terkenal dengan music jazz-nya. Di sinilah saya sering menghabiskan waktu untu mencari ilham sambil mendengarkan music jazz dengan teman scousers saya. Dari dialah saya mengenal jauh mengenai Liverpool, bahkan tempat-tempat dimana teman-teman dari Indonesia yang lain tidak pernah tahu keberadaannya.

Dari dialah saya tahu keberadaan ‘pasar senggol’ nya Liverpool. Di pasar senggol ini anda dapat menemukan berbagai benda dan barang unik yang tidak dapat ditemukan di tempat lain, ada juga barang-barang bekas yang masih layak pakai. Bila anda ingin menjajah ke pasar senggo ini, anda dapat coba cari di sepanjang School Lane Street, yaitu sebuah gedung tua dengan papan nama Quiggins yang terdapat di sebelah Bluecoat Triangle. Atau jika anda juga tertarik untuk mencoba masuk ke Bluecoat Triangle, anda dapat mencoba kafe dan restorannya. Dan kalau anda kutu buku anda pasti akan senang ngendon di dalam gedung ini karena di sini banyak sekali bursa buku murah.

Ternyata kota kecil ini memberika kesan dan kenangan tersendiri bagi saya. Bagaimana? Anda tertarik untuk mencoba bergabung dengan para scousers? Ingin mencoba tradisi mereka dengan pub crawlnya? Atau anda ingin sekedar duduk-duduk di plaza Mersey River sambil makan es krim dan mencari ilham?


Jakarta, Agustus 2000

Friday, October 20, 2000

a+ september 2000 >> +ZEN Living

ZEN living
soothing refreshing relaxing



Teks: Ari Widyati Purwantiasning
Foto: Bambang Santoso
Majalah a+ dalam kolom 180° - September 2000, volume 1 edisi 04


Ternyata booming-nya alternatif terapi bukan hanya di pelosok desa yang menjadikan alternatif terapi sebagai alternatif pengobatan tradisional. Apalagi bila terpi itu mengindikasikan sesuatu yang tidak berdampak buruk, malah justru membantu kesembuhan, dan…… murah! Salah satu alternatif terapi yang sedang menjadi trend saat ini adalah pijat refleksi. Jika hal ini mengacu pada dasar ilmunya, pijat ini bias menyembuhkan hampir semua penyakit. Ari Widyati Purwantiasning mencoba mengungkapkan salah satu tempat dimana trend ini dipraktekkan.

Mungkin anda semua pernah mendengar apa dan bagaimana pijat refleksi sebagai pengobatan alternatif. Di saat harga obat-obatan kian mahal dan terbatas, ada baiknya juga bila Anda menjalani alternatif terapi agar kondisi kesehatan tetap terjaga. Penyakit apa pun yang diderita seseorang jelas akan mempengaruhi metabolisme tubuhnya.

Salah satu masalah yang sering dialami oleh orang sakit adalah peredaran darah yang tidak sempurna. Untuk membuat peredaran darah kembali normal, ujung pembuluh-pembuluh darah yang terdapat di telapak kaki dirangsang dengan pijatan. Titik-titik yang menjadi ujung pembuluh darah dipijat dengan jari tangan yang dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang ada pada tubuh seseorang. Pada saat pemijat menemukan sesuatu gumpalan pada telapak kaki, ini sebenarnya adalah titik-titik sensitive yang mengacu pada beberapa indikasi penyakit dalam tubuh kita.

Saya tidak akan menceritakan dan mengungkapkan secara mendetail apa itu pijat refleksi, tetapi saya akan mencoba untuk menjelaskan alternative ini untuk Anda dengan mencoba alternative terapi itu. Saya mencobanya di ZEN Living, salah satu tempat pijat refleksi centre yang berlokasi di Puri Imperium, Rasuna Said Kuningan.

Desain grafis yang cukup simple namun unik seperti dalam lembaran halaman majalah, dan warna dominant hijau, ternyata menjadikan sudut ruang di lantai dasar Puri Imperium tersebut suatu eye catcher bagi para pengunjungnya. Dua sisi dinding yang membentuk ruangan tersebut terkesan sebagai suatu kotak kubus yang berisikan suatu kejutan di dalamnya dan siap untuk dibuka. Dan dari namanya ZEN Living, akan timbul keingintahuan orang akan kegiatan yang ada di balik kaca hijau tersebut.

Seorang penerima tamu menanyakan kepada saya dengan ramah, ingin memilih terapi nomer berapa ketika saya menunggu di ruang tunggu. Tidak terlalu besar memang ruang tunggu yang disediakan, hanya terdiri dari dua bench di sisi kanan dan kiri dari counter penerima tamu. Karena memang tidak diharapkan akan banyak orang yang menunggu di ruang tunggu tersebut sambil menunggu giliran untuk terapi. Para tamu lebih disarankan untuk membuat appointment terlebih dahulu. Kalaupun ada pengunjung yang dating impromptu dan terpaksa menunggu, mereka akan dihibur oleh sebuah poster besar berupa foto pelepah daun pisang yang tentu saja berwarna hijau mendominasi ruang tunggu tersebut.
Waktu yang relative singkat pada pertemuan saya dengan Ira-president director ZEN Living ternyata cukup membuat saya lebih mengerti tentang semua yang ada di ZEN Living. Ira menjelaskan berbagai konsep dan fasilitas yang ada di Zen Living. Sampai pada akhirnya saya berani juga mencicipi therapeutic drinks yang disajikan sebagai salah satu bentuk alternatif healthy life.

Pertama kali saya datang, satu hal yang ada di benak saya adalah, apa itu Zen? Karena semula saya pikir, itu adalah nama sang pemilik. Tetapi Ira menjelaskan pada saya bahwa dia memilih kata Zen karena Zen merupakan satu bentuk cara dan gaya hidup yang ada dalam ajaran agama Budha. Zen adalah satu aliran dimana kita kembali pada sesuatu yang murni, alami, semua serba simple dan tidak membebani pikiran kita pada satu titik tertentu (titik pijat refleksi mungkin?). Segala pikiran kita akan diarahkan ke dalam satu fokus sehingga pikiran kita akan terbebas dari segala sesuatu pikiran lain. Konsep inilah yang digunakan Ira untuk menuangkan ide-idenya dalam menata ruang dalam dari Zen Living. Seluruh ruangan yang ditata sedemikian rupa, membuat suasana hati yang nyaman dan damai bagi setiap orang yang mengunjunginya.

Bila ditelusuri dari munculnya arti Zen itu sendiri, dapat dikatakan bahwa walaupun Zen terbentuk dalam suatu inti tradisi humanity-Buddhism, Zen bukanlah suatu agama, kepercayaan maupun philosophy. Salah seorang Master Buddha Deshimaru mengatakan bahwa Zen adalah religion before religion yang maksudnya adalah bahwa Zen itu merupakan spirit yang timbul dalam jiwa setiap orang beragama – the essence of religion. Dari konsep inilah Ira mengambil suatu intisarinya dan meramunya bersama-sama dengan ide-idenya dalam penataan ruang di dalam Zen Living sehingga memberikan suatu living experience tersendiri. Pada dasarnya Ira menjelaskan bahwa Zen merupakan suatu yang berhubungan langsung dengan hati dan pikiran manusia. Zen adalah living experience dan kekuatan yang timbul dan tercipta dari hati dan pikiran seseorang. Dan tentu saja hal ini tidak hanya melalui proses tertentu seperti yang ada di Zen Living, tetapi memerlukan suatu elemen penunjang seperti environment yang juga mendukung proses living experience ini. Di sinilah Zen Living berperan memberikan suatu pengalaman pribadi dalam membebaskan semua pikiran seseorang sehingga merasa rileks dan nyaman.

Konsep Zen yang digunakan Ira lebih mengarah pada penggunaan warna dominan putih dan hijau. Salah satu yang sering diartikan oleh arsitek adalah bahwa seni arsitektur Zen lebih mengacu pada white space behind a black facade. Di mana akhirnya elemen dan unsur putih akan tetap dominan. Di dalam ruangan yang relatif tidak terlalu besar, interior ruangan ditata sedemikian rupa sehingga menampilkan simplicity yang memberikan suasana damai dan nyaman bagi pengunjungnya. Ira menjelaskan bahwa semua unsur yang digunakan dalam ruangan lebih mengarah pada konsep back to nature. Segala sesuatu mengarah ke elemen alam seperti penggunaan warna hijau yang memberikan perasaan sejuk dan nyaman, dan juga putih yang melambangkan sesuatu yang suci, bersih, lapang dan luas. Ada beberapa elemen cermin terdapat di dalam ruang, hal ini tentu saja untuk memberikan efek ruang yang luas, mengingat ruangan yang ada relatif kecil untuk diisi dua belas bilik. Di tengah ruangan terdapat baris aquarium yang memang ditata sedemikian rupa untuk memberikan suasana sejuk, damai dan nyaman. Gemericik air yang terdapat di balik kaca yang berlatar belakang dinding hijau juga menambah suasana alami sebagai penunjang terapi tersebut. Setting dari interior ruangan ini akan membantu Anda dalam mencapai sesuatu yang balanced dan calm dimana Anda akan menemukan sesuatu yang dilupakan dan hilang selama ini yaitu kedamaian. Penggunaan elemen penyekat ruangan yang tidak permanen, yaitu berupa lembaran-lembaran kain putih yang tergantung pada ceiling, juga dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesan underpressure, terkekang karena bertentangan dengan konsep Zen yang diterapkan. Karena pada dasarnya seluruh ruangan didominasi oleh uninterrupted white. Dan, satu hal yang dapat diingat adalah bahwa white environment is simultaneously contemplative and surreal. Karena di ruangan yang serba putih seseorang dapat lebih berkonsentrasi dan menfokuskan segala pikiran sehingga merasa bebas dan damai.

Suasana ruang yang nyaman dan rileks inilah mungkin yang menyebabkan banyaknya pengunjung Zen Living berkunjung tidak hanya sekali waktu. Kenapa? Mungkin karena foot reflexology dan aromatherapy sudah menjadi suatu kebutuhan bukan hanya untuk orang yang sakit, tetapi juga sebagai rutinitas gaya hidup khususnya bagi generasi yuppies. Fleksibilitas waktu yang ternyata cukup singkat dalam terapi ini membuat para executives muda kebanyakan ingin melarikan diri sejenak dari rutinitas pekerjaan kantor pada saat-saat istirahat singkat mereka, seperti lunchtime misalnya. Going for a quickie at lunch jadi punya arti lain lagi. Dan ternyata dari penjelasan Ira, pijat ini tidak hanya memberikan rasa nyaman pada kaki, tetapi efek yang diberikan cukup menyeluruh. Dengan pemijatan pada telapak kaki ini, anda akan merasakan seluruh tubuh Anda nyaman dan rileks kembali. Reflexology treatment ini tidak hanya pada pemijatan telapak kaki, karena juga menggunakan aromatherapy sesuai dengan keinginan Anda. Aromatherapy ini disajikan untuk mencapai keseimbangan antara tubuh dan pikiran. Didasari atas diagnosa kesehatan anda, Zen Living akan memberikan satu pilihan dari special oils dan memberikan pemijatan intensif pada kaki dan daerah spesifik yang berhubungan pada masalah kesehatan anda.

Salah satu hal yang juga menjadi nilai tambah dari Zen Living adalah lokasinya yang strategis, yang mencapai suatu market tersendiri. Terletak di sekitar daerah perkantoran, perumahan Menteng dan di bawah gedung apartemen, menunjukkan bahwa Zen Living memberikan alternatif terapi ini tidak hanya pada golongan tertentu tetapi pada semua golongan umur dari mulai remaja, dewasa dan lanjut.

Bagaimana? Anda ingin mencobanya? Jangan lupa untuk membuat appointment terlebih dahulu, dan sesuaikan dengan jadwal Anda sehari-hari. Lupakan sejenak stress Anda di kantor dan nikmati rasa rileks dan nyaman dengan terapi dan suasana yang alami di Zen Living.


Jakarta, Agustus 2000