Wednesday, December 28, 2005

non published 03- 2005 >> Deva Castra

Hitam Putihnya KotaDeva Castra”

Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Arsitek dan Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta

Masalah pelestarian bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia umumnya dan Jakarta khususnya, saat ini sedang marak dibicarakan. Beberapa lokalisasi bangunan-bangunan bersejarah sudah mulai tertata dengan baik di Jakarta maupun di daerah lain seperti di Yogyakarta dan Bali. Satu dari sekian banyak lokalisasi bangunan-bangunan bersejarah tersebut adalah Taman Fatahillah. Bila Jakarta mempunyai Taman Fatahillah sebagai daerah konservasi dengan beberapa bangunan tua disekitarnya, maka di Inggris terdapat sebuah kota yang terkenal sebagai kota konservasinya. Kota tersebut dikenal sebagai Kota Chester. Bila melihat kota ini, terkadang terlintas dalam benak, apakah bisa Jakarta dibuat seperti Kota Chester dengan ciri khasnya yang berwarna hitam putih?

Kota Chester dikenal sebagai kota bersejarah di Inggris, tidak mengherankan bila pada akhirnya pemerintah pusat memilihnya sebagai salah satu pilot project bagi program konservasi di Inggris pada tahun 1966. Kota ini tidak jarang disebut juga sebagai kota Deva Castra, yaitu bahasa lain bagi kata Roman. Nama tersebut muncul karena Chester dapat dikatakan sebagai kota peninggalan bangsa Roman. Sementara itu nama Deva Castra muncul pada saat dibangunnya sebuah benteng Roman di atas Sungai Dee yang mengelilingi kota yang kemudian disebut sebagai kota Chester.

Dengan gambaran bersejarah dari kota Chester, dapat dikatakan bahwa kota ini merupakan kota paling bersejarah di bagian Barat Laut Inggris dan kaya dengan warisan arsitekturnya yang berkarakter unik. Tidak mengherankan karena saat kami menjelajahi pusat kota Chester, dari stasiun Chester menuju ke pusat kota, terdapat banyak sekali bangunan bersejarah yang mewakili karakter kota tersebut. Memasuki pusat kota Chester, beberapa penampilan bangunan membuat setiap pengunjung akan terperangah dibuatnya. Jajaran bangunan berwarna hitam dan putih nampaknya memberikan karakter bahwa kami sedang memasuki kota Chester bukan kota Liverpool bukan juga kota London. Dekorasi warna hitam putih tersebut seakan-akan menjadi salah satu bagian dari unsur interior kota Chester.

Walaupun beberapa kali kami mengunjungi kota Chester, dan dapat dibilang cukup sering bertandang di kota hitam putih ini, tidak ada rasa bosan yang terlintas dalam diri kami. Semakin sering kami melancong ke kota cantik ini, semakin timbul keinginan untuk selalu bertandang. Satu hal yang selalu saja membuat kami tersenyum geli saat berjalan kaki dari stasiun menuju pusat kota adalah keberadaan terowongan bawah tanah atau underpass. Setiap kali kami pergi ke Chester, saat kami melewati underpass tersebut, selalu saja tersesat. Kami baru tersadar bahwa kami salah jalan, setelah kami sampai di atas dan ternyata kami menyeberangi jalur yang salah. Kami selalu berpikir, apakah memang kognisi kami yang minim, atau memang karena suasana lorong underpass tersebut agak gelap, sehingga kami kehilangan orientasi?

*****

Bagi para turis pengunjung kota Chester, banyak sekali atraksi yang dapat dinikmati di dalam kota elegan ini. Untuk lebih memudahkan pelancong yang datang tanpa ada pendamping penduduk lokal maupun guide yang membantu, maka disediakan sebuah kantor informasi bagi para turis. Di kantor informasi turis ini, berbagai hal dapat diperoleh, dari mulai peta gratis kota Chester sampai dengan suvenir sebagai tanda mata ke-nomad-an para pelancong. Para petugas informasi turis ini juga tidak akan pelit untuk membagi informasi bagi para pengunjung yang menginginkan setiap informasi mengenai kota Chester. Di lain pihak, bila anda sebagai turis sudah mendapatkan peta kota Chester, sebenarnya sudah dapat melakukan penjelajahan kota secara individu. Ada beberapa tempat yang layak kunjung bagi para turis dan dapat dijelajahi hanya bermodal peta gratis dari pusat informasi turis tanpa harus takut tersasar.

Kota Chester yang dilingkupi oleh dinding, bekas benteng pertahanan bangsa Roman dapat dijelajahi dengan mengitari peninggalan dinding bersejarah tersebut. Dengan memulai perjalanan dari titik awal di dalam pusat kota yaitu di Eastgate Bridge, maka pelancong dapat melihat seluruh kota Chester tanpa harus menggunakan kendaraan. Perjalanan mengelilingi kota Chester dengan menelusuri dinding peninggalan tersebut dapat dilakukan dalam waktu kurang lebih dua jam perjalanan dengan berjalan kaki bila cuaca sedang cerah. Namun bila cuaca sedang buruk, seperti saat musim dingin misalnya, maka perjalanan dapat memakan waktu sekitar tiga jam.

Penjelajahan kota Chester dengan mengikuti jalur dinding bersejarah tersebut, memang cukup melelahkan, mengingat ada beberapa permukaan tanah yang agak mendaki dan terjal. Namun tanpa melihat rintangan-rintangan tersebut, perjalanan merupakan hal yang paling menarik karena kita diajak untuk berpetualang seperti layaknya bangsa Roman saat sedang berpatroli mengelilingi kota di dalam lingkupang benteng mereka. Di perjalanan mengelilingi dinding, dapat ditemui Roman ruins di dalam Roman Garden, yaitu puing-puing sebagai bukti peninggalan bangsa Roman. Beberapa pilar masih berdiri tegak menjadi saksi bisu akan keberadaan bangsa Roman dahulu kala.

Beberapa pemandangan yang lebih indah terlihat setelah melalui beberapa tanjakan dan turunan yang juga merupakan gundukan puing-puing bekas dinding. Hamparan rumah penduduk kota Chester terlihat serba hitam dan putih, sama dengan suasana yang ada di pusat kota Chester. Hal inilah yang menjadikan kota Chester ini begitu cantik dan elegan, sehingga menarik para turis domestik maupun luar negeri tertarik untuk bertandang hanya untuk melihat kebenaran akan hitam putihnya Deva Castra.

No comments: