Arsitektur Taman Sari Sebagai Ikon Bersejarah Yogyakarta
Teks dan Foto: Ari Widyati Purwantiasning
Arsitek dan Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta
Taman Sari atau yang biasa dikenal dengan Water Castle merupakan salah satu peninggalan bersejarah di Kota Yogyakarta yang dibangun pada tahun 1758 oleh Sultan Hamengkubuwono I. Lokasi Taman Sari terletak di sebelah barat istana sultan - kraton Yogyakarta, sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki. Konon Taman Sari merupakan taman air yang sangat indah dan mempesona.
Sejak beberapa waktu yang lama, berkenaan dengan terjadinya penyerangan dari bangsa asing pada tahun 1812 dan menyusul kemudian bencana alam pada tahun 1867, beberapa bangunan di dalam komplek Taman Sari sudah hancur. Sejak saat itu, kondisi Taman Sari semakin lama semakin memprihatinkan. Sebagai ikon arsitektur bersejarah di Yogyakarta, Taman Sari tidak mendapatkan pemeliharaan yang optimal. Saat ini di dalam
Taman Sari selain terdapat taman dan kolam pemandian, juga terdapat beberapa puing-puing bekas bangunan lama, bentuk-bentuk lengkungan dari setiap pintu masuk menuju menara serta koridor bawah tanah.
Dua kata Taman Sari itu sendiri berarti taman yang indah dimana pada zamannya dulu dibangun sebagai tempat untuk menentramkan hati, istirahat dan rekreasi bagi Sri Sultan beserta kerabat Keraton Yogyakarta. Namun dahulunya Taman Sari juga dipersiapkan sebagai benteng untuk menghadapi situasi bahaya. Selain itu, Taman Sari juga digunakan sebagai tempat ibadah, oleh karenanya Pesanggrahan Taman Sari dilengkapi dengan mushola, yang terdapat di bawah tanah, yaitu Sumur Gemuling.
Taman Sari yang merupakan arsitektur bersejarah kota batik ini, memiliki gaya arsitektur jawa tradisional dengan pengaruh kuat dari gaya Portugis. Arsitek Taman Sari itu sendiri konon berdasarkan salah satu versi sejarahnya adalah seorang pendatang berkebangsaan Portugis tanpa nama. Namun karena kepercayaan Sri Sultan maka ia diberi nama Demang Portegis. Sementara itu beberapa bagian arsitektur dan relief di dalam komplek Taman Sari merupakan perpaduan antara gaya arsitektur Hindu, Budha, Islam, Eropa dan Cina.
Di masa lampau, komplek Taman Sari dihiasi dengan banyak tumbuhan bunga Kenanga, sehingga tempat ini disebut juga sebagai pulau Kenanga. Di atas pulau Kenanga ini terdapat bangunan bertingkat dengan nama Majethi yang kemudian disebut sebagai Cemethi. Sehingga, pulau Kenanga ini dikenal juga sebagai Pulau Cemethi. Dari bangunan inilah, hampir setengah dari kota Yogyakarta bagian selatan dapat terlihat. Tempat ini dahulunya biasa digunakan sebagai tempat untuk bersemedi, mengheningkan cipta, memadukan cita dan karsa dalam rangka memimpin Kasultanan Yogyakarta. Bangunan-bangunan lain yang berada dalam satu komplek Taman Sari diantaranya adalah Umbul Binangun, kolam pemandian Sri Sultan, gapuro-gapuro megah, dan tempat ibadah yang disebut Sumur Gemuling.
Perancang memberikan gaya khas pada Taman Sari sebagai sebuah bangunan istana air yang mempunyai kolam pemandian di dalamnya. Kolam pemandian tersebut diisi dengan air seolah-olah bagaikan laut buatan. Di dalam kolam pemandian Umbul Binangun inilah, para istri Sri Sultan bercengkerama. Sementara itu Sri Sultan berada dalam ruang pada bangunan yang lebih tinggi sambil mengintip dan memilih salah satu istri untuk menemaninya bercengkerama di kolam pemandian yang lebih privat. Pada sisi bangunan tinggi inilah, jendela dibuat kisi-kisi kayu sebagai bidang semi transparan agar Sultan dapat leluasa melihat ke arah kolam pemandian dari dalam ruangan.
Saat ini, Komplek Taman Sari sebagian besar menjadi tempat permukiman bagi para seniman muda yang berkarya di bidang seni lukis batik. Hasil karya mereka dijual bagi para wisatawan khususnya wisatawan asing dan pastinya harga yang ditawarkan cukup tinggi namun relatif terjangkau bagi para turis. Komplek Taman Sari ini rasanya semakin saja terancam punah dimakan jaman dan karena pemeliharaannya kurang optimal. Sebuah arsitektur bersejarah sebagai ikon budaya Yogyakarta yang wajib dipelihara demi lestarinya peninggalan dan warisan budaya.
Demi lestarinya arsitektur Taman Sari, maka beberapa usaha untuk mempertahankan peninggalan sejarah tersebut dilakukan atas kerjasama oleh beberapa pihak. Saat ini pesona dari arsitektur Taman Sari sudah semakin mencerminkan sebuah ikon bersejarah. Beberapa hasil renovasi pada area kolam pemandian Umbul Binangun termasuk Gapura Agung, Gedong Sekawan, Gedong Temanten dan Gapura Panggung sudah nampak terlihat hasilnya. Sungguh pemandangan yang indah, sangat berbeda dengan kondisi Taman Sari dahulunya sebelum disentuh oleh tangan-tangan yang perduli akan warisan budaya.
Walaupun beberapa permukaan sudah tersapu oleh warna-warna cat yang memberikan kesan tidak kuno, namun tetap saja karakter dan pesona kemegahan dari komplek pemandian tersebut, masih saja terlihat elegan. Saat memasuki komplek pemandian ini, sebuah gapura yang disebut sebagai Gapura Agung menyambut pengunjung. Gapura Agung tersebut masih berdiri megah dan elegan sehingga menambah pesona sejarah dari komplek Taman Sari tersebut.
Karakter sejarah sebagai peninggalan warisan leluhur, menyebabkan Taman Sari menjadi ikon bagi kota Yogyakarta. Hal ini menjadi kebanggaan baik bagi masyarakat Yogyakarta umumnya maupun penduduk sekitar komplek Taman Sari khususnya. Keindahan yang disajikan oleh Taman Sari tidak saja mempesona bagi para wisatawan yang datang, namun membuat para pemeduli bangunan bersejarah di seluruh dunia meliriknya. Dengan adanya keperdulian inilah, maka diharapkan kelestarian dari ikon bersejarah ini tetap terjaga keutuhannya.
No comments:
Post a Comment